Anggota DPR Minta Transisi Energi Tak Tinggalkan Bahan Bakar Fosil

ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.
Hewan ternak milik warga mencari makan di area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7/2020).
26/4/2021, 16.12 WIB

Saat ini pemerintah tengah berupaya untuk mendorong transisi energi bersih dari bahan bakar fosil ke sumber energi baru terbarukan (EBT). Namun anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman meminta Indonesia tidak serta merta meninggalkan sumber energi fosil, terutama gas dan batu bara.

Maman menilai Indonesia masih memiliki cadangan gas dan batu bara yang cukup melimpah. Apalagi salah satu upaya untuk menggenjot devisa negara berasal dari sektor gas bumi dan batu bara.

Oleh karena itu, dia meminta agar semangat transisi energi Indonesia menuju arah net zero emission atau nol emisi karbon, tidak menelantarkan dua jenis sumber energi bahan bakar fosil tersebut.

"Sekarang ada semangat menurunkan emisi karbon. Tapi apakah kita ke depan tidak akan menggunakan gas padahal sumber kita banyak?" ujarnya dalam acara 'New Energy Conference' yang digelar secara virtual, Senin (26/4).

Meski demikian, ia mengakui jika penggunaan bahan bakar fosil mendapat tekanan dari dunia internasional. Pasar internasional hanya mau menyerap produk industri yang memiliki jejak karbon alias carbon footprint yang rendah.

Namun di sisi lain, ia juga mempertanyakan kemampuan energi baru terbarukan dalam mensubtitusi bahan bakar fosi. Mengingat kebutuhan dari sumber energi ini cukup mendesak, terutama LPG.

Dia pun mendorong proyek gasifikasi batu bara (dimethyl ether/DME) sebagai energi alternatif pengganti LPG. "Kita masuk ke sana tapi kita jangan meninggalkan sumber energi saat ini," ujarnya.

Deputi III Kemenko Perekonomian, Montty Girianna memberikan gambaran plus minus dari kebijakan yang diambil pemerintah, terutama dalam hal transisi energi. Menurutnya, transisi energi adalah sebuah keniscayaan.

Namun transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi bersih akan menemui banyak tantangan dan risiko. Indonesia pun masih memiliki cadangan batu bara yang cukup berlimpah. Bahkan negara ini merupakan salah satu pengekspor batu bara terbesar di dunia.

Di samping itu sejumlah proyek ketahanan energi yang melibatkan sumber bahan bakar fosil masih berjalan. Seperti pembangunan mega proyek kilang minyak yang dikerjakan Pertamina. "Legacy (warisan) aset harus diperhatikan kalau kita langsung lompat ke EBT berapa banyak pekerjaan yang hilang," ujarnya.

Namun, di sisi lain jika Indonesia terlambat dalam melakukan transisi ke energi bersih. Maka resikonya juga cukup besar bagi perekonomian dalam negeri.

Ini karena pasar internasional mempunyai standard yang cukup ketat dalam menyeleksi masuknya produk industri pengolahan. Di samping itu, lembaga pembiayaan dunia saat ini juga mulai mengurangi pendanaannya ke proyek yang berbasis bahan bakar fosil.

Untuk itu, ia mendorong agar pemanfaatan sumber energi batu bara dapat dioptimalkan secara penuh. Misalnya melalui proyek gasifikasi batu bara DME, yang diharapkan bisa menjadi energi alternatif pengganti LPG. "Masih banyak yang lain produk-produk yang dari petrokimia nanti dihasilkan dari batu bara," ujarnya.

Reporter: Verda Nano Setiawan