PT PLN mempunyai target bauran energi terbarukan dari sektor kelistrikan sebesar 23% pada 2025. Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menilai, target tersebut masih mungkin tercapai, meski tidak akan mudah.
Ketua Umum METI Surya Darma menyatakan, tantangan PLN saat ini adalah adanya perubahan konsumsi listrik. Permintaan listrik sejak pandemi Covid-19 semakin berkurang, sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Menurut Surya jika ingin melepaskan diri dari middle income trap menuju kelompok ekonomi maju pada 2045, maka Indonesia harus melakukan transformasi energi. Seiring upaya peningkatan pendapatan, target net zero emission harus tercapai pada tahun 2050.
Upaya ini hanya bisa dilakukan dengan mengubah konsumsi energi fosil menjadi energi terbarukan, termasuk pada sistem kelistrikannya. Di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih dari dampak pandemi, upaya ini akan sulit dicapai. "Tetapi, hal itu kan tidak berarti tidak bisa,” kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (28/5).
Menurutnya, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang selama ini diajukan PLN masih selalu berorientasi pada fosil khususnya batu bara yang kontributif terhadap emisi. Menurut Surya seharusnya sudah harus dipikirkan agar PLN mulai mengubah proyek-proyek berbasis batu bara.
PLN harus mempunyai komitmen untuk benar-benar tidak melanjutkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. Kemudian PLN juga harus melakukan phase out secara bertahap pada PLTU tua dan menggantikannya dengan pembangkit energi terbarukan.
"Dengan demikian pasti akan tercapai target karena akan ada penurunan porsi PLTU dan peningkatan energi terbarukan, sehingga porsinya bisa cepat berubah ke arah 23%," kata Surya.
Simak Databoks berikut:
Sementara, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyadari kondisi ini memang sulit bagi PLN. Meski demikian, dalam perhitungannya, paling tidak PLN sebenarnya bisa menambah kapasitas energi terbarukan sekitar 7-9 gigawatt (GW) pada 2025.
Penambahan kapasitas tersebut berasal dari program dieselisasi 2 GW yang diganti dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)+baterai sebesar 5-6 GW. Kemudian penggantian PLTU, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang sudah di atas 30 tahun, antara 1,2 hingga 1,5 GW.
"Kalau ini diganti dengan PLTS + baterai paling tidak bisa mencapai 2 GW hingga 2,5 GW dan berikutnya dari co-firing 5% dengan kapasitas setara dengan 1,4 GW," ujar Fabby.
Menurut Fabby untuk mencapai 23% maka perlu tambahan pembangkit setara dengan kapasitas 14 GW sampai dengan 2025. Sementara jika PLN berpotensi membangun 9 GW maka, sisanya bisa berasal dari masyarakat dan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) lainnya.
Salah satu yang berpotensi menambah bauran energi terbarukan dengan cepat adalah PLTS Atap di pemukiman, dan pengembangan proyek Photovoltaic (PV) komersial dan industri (C&I) di Indonesia. "Perkiraan saya kalau tidak dihambat maka potensi PLTS Atap yang terbangun bisa mencapai 5-7 GW sampai dengan 2025," ujarnya.
Untuk itu, menurut dia pemerintah perlu mendukung untuk pengembangan PLTS Atap dengan mewajibkan gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah dan fasilitas publik memakai PLTS Atap. Sesuai dengan ketentuan di Perpres No. 22/2017. "Kalau ini dilakukan, maka di 2025, target 23% bisa tercapai," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyampaikan telah terjadi perubahan konsumsi listrik dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini pun membuat target bauran energi terbarukan sebesar 23% akan sangat sulit tercapai di tahun 2025 mendatang.
Darmawan menjelaskan proyeksi pertumbuhan listrik yang dalam RUPTL 2019-2028 sebesar 6,42% diprediksi bakal terpangkas menjadi 4,87% di RUPTL 2021-2030 yang tengah disusun. Dengan begitu proyeksi pertumbuhan listrik sebesar 361 terawatt hour (TWh) yang semula diharapkan dapat tercapai di 2025 berpotensi mengalami perlambatan pertumbuhan selama 3 tahun. "Dengan kondisi saat ini maka baru akan tercapai di 2028," kata Darmawan, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, PLN dan Kementerian ESDM tetap berkomitmen untuk mengejar target bauran EBT tersebut pada 2025 mendatang. Salah satunya dengan menggenjot penambahan kapasitas pembangkit EBT.