Liputan Khusus | SAFE Forum 2021

Hidrogen Hijau dari Area Panas Bumi Bisa Jadi Game Changer Energi Baru

123RF.com
Pembangkit listrik panas bumi.
25/8/2021, 17.25 WIB

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) semakin serius mengembangkan bahan bakar hidrogen hijau hingga logam tanah jarang (rare earth element/REE). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melipatgandakan nilai dari sumber energi panas bumi.

Direktur Utama PGE Ahmad Yuniarto mengatakan wilayah kerja panas bumi selama ini digunakan untuk pemanfaatan tidak langsung yang memproses energi panas atau fluida menjadi energi listrik. Namun saat ini pihaknya mulai mengkaji pemanfaatan fluida untuk pengembangan hidrogen hijau.

"Ini menjadi sangat menarik karena di masa depan ini bisa menjadi game changer, bisa menjadi sumber energi baru yang bersih dan sangat membantu dekarbonisasi," ujarnya dalam diskusi Katadata SAFE 2021 membahas tema 'Energy Transition and the Role of Geothermal', Rabu (25/8).

Adapun wilayah kerja panas bumi (WKP) Ulubelu menjadi proyek pertama untuk riset pengembangan sumber energi bersih ini. Pasalnya, fluida panas bumi di area tersebut masih didominasi air dan uap panas yang cocok untuk pengembangan hidrogen.

Potensi pasar untuk hidrogen hijau pun terbuka lebar. Selain dapat digunakan untuk bahan bakar pada sektor transportasi, energi ini juga dapat dimanfaatkan untuk industri petrokimia yang selama ini menggunakan hidrogen yang diproduksikan dengan jejak emisi lebih tinggi.

Menurut dia seiring dengan adanya kebutuhan untuk penurunan emisi karbon, maka kebutuhan hidrogen hijau menjadi keniscayaan. Singapura dan Jepang misalnya, sudah menyiapkan diri untuk masuk pada pemanfaatan energi ini. "Ini tentu sebagai kesempatan untuk ekspor hidrogen hijau kita," ujarnya.

Selain itu, Ahmad juga berbicara mengenai potensi pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah sumber daya mineral ikutan yang ada di fluida panas bumi. Pihaknya bahkan saat ini tengah mengkaji potensi mineral nano silika. "Ini mineral yang mempunyai nilai tambah juga. Apakah kita bisa efisien mengekstraksi nano silika ini," katanya.

Di beberapa tempat dia juga berbicara mengenai kemungkinan adanya potensi dari logam tanah jarang. Meski begitu Ahmad belum mengetahui seberapa besar potensinya dan keekonomiannya untuk dapat diekstraksi.

"Ini adalah ide baru yang akan membantu kita untuk melipatgandakan manfaat dan nilai dari sumber daya panas bumi kita lebih dari sekedar energi listrik," ungkapnya.

Sebagai informasi, PGE memproduksi listrik 4.618 gigawatt hour (GWh) sepanjang tahun 2020 dari 15 wilayah kerja panas bumi. Capaian tersebut lebih tinggi 14% dari target.

Hingga saat ini, PGE memimpin dalam pengelolaan panas bumi nasional dengan kapasitas terpasang 1.887 megawatt (MW) di mana sebesar 1.205 MW dikelola bersama mitra dan 672 MW dioperasikan sendiri oleh PGE.

“Kapasitas terpasang di seluruh wilayah kerja panas bumi PGE ini mencakup 88% dari total kapasitas terpasang listrik panas bumi yang ada. Ini menunjukan betapa besar kontribusi PGE dalam pengembangan sumber daya panas bumi di Indonesia,” ujar Direktur Operasi PGE, Eko Agung Bramantyo beberapa waktu lalu, Kamis (29/7).

Dalam 10 tahun ke depan, PGE menargetkan kapasitas terpasang energi bersih yang bersumber dari panas bumi naik lebih dari dua kali lipat dari yang saat ini dioperasikan PGE menjadi 1.540 MW. Anak usaha Pertamina ini akan masuk dalam jajaran tiga produsen panas bumi terbesar di dunia.

Ini artinya pada 2030 potensi kontribusi pengurangan emisi PGE mencapai 9 juta ton CO2 per tahun. Kemitraan strategis juga menjadi salah satu strategi yang dilakukan PGE dalam rencana menambah kapasitas terpasang panas bumi.

"Kami melakukan studi bersama dengan beberapa mitra potensial, di antaranya PLN Gas & Geothermal (PLN GG) dan Medco Power Indonesia, untuk menjajaki potensi penambahan kapasitas baik di wilayah kerja PGE maupun di wilayah kerja PLN GG dan Medco," ujar Direktur Eksplorasi & Pengembangan PGE, Tafif Azimudin.

Reporter: Verda Nano Setiawan