PLTS Atap Masuk ke Sistem PLN, Pembangkit Gas di Jamali akan Dikurangi

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Senin (24/5/2021).
27/8/2021, 17.05 WIB

Selain itu, dibandingkan harga gas US$ 6 per MMBTU, penggunaan PLTS atap akan lebih ekonomis dari sisi biaya pokok penyediaan (BPP) listrik. "Secara nominal BPP turun karena yang kami turunkan pembangkit mahal dibandingkan PLTS atap yang murah. Jadi ada penghematan di situ," ujarnya.

Seperti diketahui Kementerian ESDM memiliki target untuk menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan atau EBT sebesar 38 GW hingga 2035. Guna merealisasikan target tersebut, pengembangan PLTS akan menjadi andalan.

"Untuk mencapai target tersebut pemerintah memprioritaskan pengembangan pembangkit surya karena biayanya makin kompetitif dan lebih murah dan waktu pelaksanaannya lebih cepat, kita memiliki sumber yang banyak," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif, beberapa waktu lalu, Selasa (10/8).

Pemerintah memiliki tiga program prioritas yang sedang berjalan untuk mendorong pengembangan PLTS, yakni pengembangan PLTS atap dengan kapasitas total 3,6 GW, pengembangan PLTS skala besar berkapasitas 5,34 GW, dan yang terbesar, proyek PLTS terapung di 375 lokasi dengan total kapasitas 28,20 GW.

"Terus terang kita tertinggal dengan Vietnam. Karena Vietnam sudah memanfaatkan PLTS atap sampai 17 GW kita masih ratusan MW," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan