Pertamina berhasil mengujicoba terbang perdana bahan bakar pesawat ramah lingkungan, bioavtur J2.4 menggunakan pesawat CN235-222. Meski demikian pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) ini untuk penerbangan komersial belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat.
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan agar dapat diimplementasikan di pesawat komersial, ada beberapa serangkaian tes yang harus dilakukan. Untuk itu perlu disusun peta jalan (roadmap) bahan bakar nabati.
"Kita masih perlu melakukan uji coba teknis di pesawat komersial. Perjalanan masih panjang, mengenai kapan, saya belum bisa sampaikan. Yang pasti kita perlu buat roadmap-nya," katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (7/10).
Lebih lanjut, Feby mengatakan secara teknis saat ini bioavtur yang dapat diproduksi secara co-processing baru bisa pada kadar campuran 2,4% alias J2,4. Penelitian dan uji coba akan terus dilakukan untuk dapat meningkatkan menjadi campuran yang lebih tinggi. "Untuk implementasi komersial, kita juga perlu mengkaji aspek keekonomian disamping aspek teknisnya," kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah terus mendorong program pengembangan bahan bakar nabati (BBN) bioavtur untuk industri penerbangan. Selain bersih, pangsa pasar bahan bakar bioavtur 2,4% (J2.4) diproyeksi mencapai Rp 1,1 triliun per tahun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan saat ini pemerintah tengah mengupayakan agar keekonomian bioavtur J2.4 dapat terpenuhi. Salah satunya dengan memberikan insentif perpajakan berupa super deduction tax hingga 300% bagi perusahaan yang mengembangkan bahan bakar tersebut.
"Dengan perkiraan konsumsi avtur harian sekitar 14.000 kilo liter (kl), maka potensi pasar bioavtur J2,4 akan mencapai sekitar Rp 1,1 triliun pertahunnya," kata Airlangga dalam acara Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235-220 FTB dengan Bahan Bakar Bioavtur, Rabu (6/10).
Sehingga Indonesia akan menjadi pangsa pasar yang besar bagi pengembangan industri sawit nasional. Apalagi 55% pangsa pasar minyak sawit dunia ada di Indonesia.
Di samping itu, industri kelapa sawit nasional juga telah berkontribusi dalam membuka lapangan kerja, yang menyerap hingga 12 juta tenaga kerja. Industri ini juga memiliki kontribusi ekspor non migas terbesar, yakni mencapai 15%. "Ekspor kontribusi 15%, dan ini sumber energi bersih terbarukan," ujarnya.