Upaya pemerintah menabur insentif guna menggenjot pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia rupanya belum mampu menarik minat investor. Pasalnya, hambatan investasi di sektor ini masih berkutat pada persoalan harga EBT.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan persoalan harga masih menjadi kendala utama dalam pemanfaatan EBT. Ini lantaran harga energi terbarukan tidak ditetapkan sesuai dengan keekonomiannya.
"Bahkan diminta untuk hanya boleh maksimum 85% dari biaya pokok produksi listrik PLN," kata Surya kepada Katadata.co.id, Selasa (2/11).
Sementara, listrik di Indonesia saat ini hampir 90% bersumber dari energi fosil. Dengan ketetapan harga EBT 85% dari BPP PLN, membuat investasinya tak menarik. Salah satu upaya agar bisa memenuhi keekonomian, pemerintah bisa memberikan insentif tambahan lagi pada pengembang EBT.
Harapannya, insentif tersebut dapat meningkatkan keekonomian sehingga memberikan daya tarik. "Hanya saja belum banyak insentif terkait yang dapat meningkatkan keekonomian proyek," katanya.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya, mengatakan pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif untuk mendukung pengembagan energi terbarukan di Indonesia.
Pada sisi fiskal, insentif diberikan dalam bentuk Tax Allowance pengurangan 5% Pajak Penghasilan (PPh) selama 6 tahun, Import Duty Facilitation atau pembebasan bea masuk 2 tahun untuk mesin dan peralatan, dan pembebasan tambahan 2 tahun untuk bahan baku untuk perusahaan yang menggunakan mesin dan peralatan lokal minimal 30%.
Berikutnya pemberian Tax Holiday selama 5-20 tahun maksimal 100% pengurangan pajak penghasilan untuk investasi minimal Rp 500 miliar. Kemudian, Mini Tax Holiday, berupa keringanan pajak 5 tahun, maksimal pengurangan pajak penghasilan sebesar 50% untuk investasi Rp 100 miliar hingga Rp 500 miliar.
Terakhir, insentif non fiskal berupa pemberian insentif oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Selain itu, Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dikabarkan akan terbit bulan ini.
Dia menyebut draf rancangan Perpres EBT telah rampung, namun masih difinalisasi oleh Kemenkeu. Setelah proses itu selesai, berikutnya akan diproses lebih lanjut oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg)
"Pengembanagn EBT bisa diakselerasi dan kepercayaan baik bagi investor kami menunggu rancangan Perpres pembelian listrik dari PLN. Kita berikan proses transparansi lebih baik," ujarnya.
Adapun substansi rancangan Perpres EBT antara lain yakni, Kewajiban PLN untuk membeli listrik dari pembangkit energi terbarukan. Mencakup seluruh jenis pembangkit listrik energi terbarukan.
Mekanisme harga yakni berupa feed in tariff, Harga Patokan tertinggi, dan Harga Kesepakatan. Kemudian, innsentif fiksal dan non fiskal untuk pegemabang listrik energi terbarkan. Terakhir, pemberian biaya penggantian bagi PLN apabila pembelian listrik energi terbarukan menyebabkan peningkatan BPP PLN.