Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai keberhasilan transisi energi Indonesia berada di tangan PLN. Sejumlah pakar nampaknya sependapat mengingat produksi listrik di Indonesia saat ini 60% bersumber dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara.

Menurut Badan Pusat Statistik, subsektor pengadaan listrik dan gas merupakan lapangan usaha penyumbang emisi CO2 terbesar di Indonesia selama periode 2017-2021. Mereka menyumbang lebih dari 50% dari total emisi CO2 seluruh lapangan usaha setiap tahun.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa PLN merupakan lembaga kunci dalam kesuksesan transisi energi domestik. Hal itu merujuk pada posisi PLN sebagai operator tunggal dalam distribusi listrik nasional.

"Karena PLN merupakan monopoli di sektor ketenagalistrikan, maka model pembangkit dan perjanjian jual beli tergantung pada arahan PLN," kata Bhima kepada Katadata.co.id, Jumat (14/7).

Bhima juga menyoroti penghapusan usulan skema power wheeling di naskah Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan atau RUU EBET. Pelenyapan power wheeling belakangan terjadi karena adanya sikap PLN yang enggan membagikan akses grid maupun transmisinya kepada produsen swasta listrik energi terbarukan.

"Aslinya pembagian transmisi ini juga penting agar bauran energi primer yang berasal dari energi terbarukan porsinya terus meningkat, bukan malah mengalami penurunan," ujar Bhima. "Jadi ada deadlock soal transmisi ketenagalistrikan yang menghambat transisi energi."

Menurut Bhima, langkah PLN saat ini belum mampu untuk meningkatkan bauran listrik energi bersih secara signifikan. Bhima juga menganggap PLN masih bergerak ke arah yang konservatif dalam upaya peningkatan produksi listrik bersih. Hal tersebut cenderung beralasan mengingat tingginya biaya pensiun dini PLTU.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu