Belum Dapat Investor Baru, Proyek Gasifikasi Batu Bara Mandek

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (27/7/2023).
Penulis: Nadya Zahira
14/9/2023, 10.00 WIB

Proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) milik PT Bukit Asam dan Pertamina mandek. Hal ini lantaran pemerintah belum juga mendapatkan mitra untuk menggantikan Air Products yang hengkang dari proyek ini.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa hengkangnya Air Products menjadi kendala dalam menjalankan proyek ini. Hingga saat ini pemerintah masih mencari investor baru untuk menggantikan perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut.

“Jadi itu investornya mundur, padahal itu dulu investornya yang punya lisensi. Ke depannya memang harus cari juga yang sejenis, dan yang bisa membawa dana untuk investasi,” ujarnya saat ditemui awak media di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (13/9).

Namun demikian, Arifin mengatakan saat ini harga batu bara sedang murah sehingga bisa dimanfaatkan untuk menggenjot proyek hilirisasi batu bara. Tetapi, dia mengungkapkan terdapat kendala lain yang menghambat proyek tersebut.

Sebelumnya, komitmen investasi Air Products pada proyek gasifikasi batu bara di Indonesia mencapai US$ 15 miliar atau setara Rp 210 triliun. Sebelum menyatakan hengkan, rencana investasi tersebut telah terealisasi sebesar US$ 7 miliar atau setara Rp 102 triliun.

Sebelum Air Products hengkang, pemerintah menargetkan proyek gasifikasi batu bara DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan rampung dan bisa beroperasi komersial atau Commercial Operation Date (COD) pada kuartal ke-empat atau akhir 2027.

Proyek tersebut sanggup menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dari batu bara berkalori 4.200 sebanyak 6 juta ton. Selain itu, pabrik tersebut juga akan memproduksi metanol 2,1 juta ton per tahun dan Syngas atau gas sintetis sebesar 4,5 juta kN/m3 per tahun.

Beberapa waktu lalu Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan ada sedikit masalah sehingga perusahaan Air Products tidak jadi menjalin kerja sama dengan Indonesia. Namun, saat ini Indonesia sudah mendapatkan pengganti dari perusahaan Cina.

"Tapi sekarang kita sudah dapat dari Cina, dengan teknologi CO2-nya malah bisa di-inject ke bumi," ujar Luhut saat ditemui awak media di The Westin Jakarta, Selasa (9/5).

Luhut mengatakan, saat ini Indonesia sedang mendekati perusahaan asal Cina itu agar kerja sama bisa terealisasi dengan baik. Dia menuturkan, teknologi Air Products itu berasal dari Cina, dan memiliki harga yang jauh lebih ekonomis.

Reporter: Nadya Zahira