Pemerintah mengadakan ground run dan uji terbang bahan bakar campuran bioavtur sebesar 2,4 % (J2.4) yang dilaksanakan di Garuda Maintenance Facilities (GMF), Rabu (4/10). Bioavtur tersebut terbuat dari minyak inti sawit (palm kernel oil) pada pesawat jet komersial B737-800 PK-GFX.
Pada kesempatan yang sama Ditjen Hubungan Udara Kementerian Perhubungan menyerahkan special certificate of airworthiness kepada PT. Garuda Indonesia atas penggunaan pesawat Boeing PK-GFX seri 737-800 untuk uji terbang tanpa penumpang dengan menggunakan bioavtur J2.4.
“Dilaksanakannya flight test pada pesawat terbang komersial merupakan capaian penting dalam rangkaian pengembangan Sustainable Aviation Fuel atau SAF di Indonesia yang memenuhi aspek safety pesawat udara,” kata Kepala Sub Direktorat Sertifikasi Pesawat Udara Kementerian Perhubungan, Teguh Jalu Waskito, dikutip Jumat (6/10).
Teguh mengatakan, pengembangan SAF merupakan salah satu perwujudan dari tujuan aspirasional jangka panjang (LTAG) dari International Civil Aviation Organization (ICAO) untuk mencapai nol emisi karbondioksida (CO2) dari penerbangan pada tahun 2050. Seperti diketahui sektor transportasi udara turut menyumbang 2% dari total emisi C02 global.
Dia mengatakan, Kementerian Perhubungan berkomitmen pada upaya penurunan emisi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Hal itu dilakukan melalui penerbitan regulasi pendukung, keterlibatan langsung dalam diskusi strategis pada tingkat working group di ICAO.
Uji terbang ini merupakan bagian dari penyusunan SAF roadmap dengan kolaborasi antara Kementerian ESDM, Lembaga Minyak Gas dan Bumi (Lemigas), PT. Garuda Indonesia Group, PT. Pertamina Group, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Peneliti ITB, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) dan stakeholder lainnya.
"Salah satu tujuan dilaksanakannya uji terbang ini adalah untuk mengetahui kinerja mesin pesawat dengan menggunakan bioavtur," ujarnya.
Setelah uji terbang, pemerintah akan melaksanakan joy flight sebagai seremonial dari seluruh rangkaian implementasi bioavtur yang telah dipersiapkan sejak Juli 2023 lalu. Jenis bioavtur ini diharapkan dapat diproduksi massal demi implementasi SAF Indonesia yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Kami berharap Indonesia dapat berkontribusi menjadi penyumbang pasokan SAF dunia dalam rangka penurunan emisi karbon dari aktivitas penerbangan,” kata Teguh.