PT PLN (Persero) memprediksi emisi gas rumah kaca (GRK) sektor kelistrikan berpotensi mencapai 1 miliar ton per tahun pada 2060. Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo, mengatakan pihaknya akan berupaya untuk mengurangi emisi GRK di sektor kelistrikan.
"Pemerintah dalam hal ini, Presiden RI dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah melaunching Net Zero Emission (NZE), termasuk untuk ketenagalistrikan tahun 2060," ujar Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR, di Jakarta, Rabu (15/11).
Darmawan mengatakan, saat ini emisi GRK sektor kelistrikan telah mencapai 290 juta ton per tahun. PLN bersama Kementerian ESDM juga telah melakukan sejumlah upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor ketenagalistrikan.
Upaya pengurangan emisi tersebut adalah:
1. Menghapus rencana Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 13,3 Gigawatt (GW) pada tiga tahun yang lalu.
"Tadinya rencana dibangun PLTU, menjadi tidak dibangun. Ini menghindari emisi sekitar 1,8 miliar ton, karena per 1 GW itu 5-6,5 juta ton CO2 per tahun, lalu dikalikan 25 tahun hampir 2 miliar ton," jabarnya.
2. Bangun pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT)
Darmawan meyebutkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021 lalu juga telah mengganti 1,1 GW PLTU menjadi pembangkit listrik berbasis EBT.
Selanjutnya, terdapat penggantian sebesar 800 Megawatt (MW) pada PLTU dengan pembangkit gas, cofiring biomassa, dan dediselisasi pada pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
"Kami juga berterima kasih pada Pak Menteri ESDM, karena tiga tahun lalu kami berhasil merilis RUPTL terhijau dalam sejarah PLN, yakni 51,6% penambahan kapasitas berbasis EBT atau 21 GW," kata dia.
Pembangkit Listrik EBT Jadi 75%
Darmawan mengatakan, PLN juga merevisi RUPTL untuk periode 2024-2033 sehingga dibuat menjadi lebih hijau atau keberlanjutan. Draf RUPTL tersebut menambahkan pembangkit berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebanyak 75%.
“Sebanyak 75% penambahan kapasitas pembangkit adalah berbasis pada energi baru terbarukan sekitar 60-62 Gigawatt (GW). Sedangkan ada penambahan sekitar 25 GW, yaitu penambahan pembangkit yang berbasis pada gas,” ujarnya.
Darmawan mengatakan, revisi tersebut akan menggantikan RUPTL 2021-2030 yang masih berlaku sampai saat ini, yaitu penambahan pembangkit EBT sebesar 20,9 gigawatt (GW) atau 51,6% dari total bauran energi primer.
Dia menyebutkan penambahan pembangkit berbasis EBT sebesar 75% tersebut rinciannya yakni meliputi penambahan pembangkit EBT bersifat baseload sebesar 31 GW, EBT bersifat intermittent yakni variabel angin dan solar sekitar 28 GW, serta terdapat energi baru alias nuklir sebesar 2,4 GW dan bisa bertambah menjadi 5-6 GW.