Kendaraan Listrik Produksi Dalam Negeri Masih Boleh Pakai Baterai LFP

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Pemerintah belum berencana melarang penggunaan baterai lithium ferro-phospate (LFP) untuk kendaraan listrik.
Penulis: Rena Laila Wuri
16/2/2024, 17.35 WIB

Pemerintah belum berencana melarang penggunaan baterai lithium ferro-phospate (LFP) untuk kendaraan listrik. Pasalnya, baterai LFP ini banyak digunakan mobil listrik yang telah beredar di Indonesia, termasuk yang diproduksi oleh Wuling dan BYD.

Baterai LFP ini sudah masuk, seperti Wuling lalu BYD dan sekarang sudah mengalahkan pasar Tesla. Sudah jutaan masuknya,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat ditemui di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/2).

Arifin mengatakan industri baterai berbasis nikel di Indonesia belum siap untuk menekan pemakaian baterai LFP. Untuk itu, pemerintah terus menggejot hilirisasi nikel untuk industri kendaraan listrik.

Selain itu, pemerintah mempercepat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia untuk mengembangkan industri baterai. Apalagi, BYD telah melakukan kerja sama dengan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) untuk memproduksi baterai kendaraan listriknya di Indonesia.

“BYD sudah kerja sama untuk bikin baterai nikel lithium, kerja sama dengan Antam dan IBC,” kata Arifin.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian bakal mengatur jenis baterai yang digunakan oleh mobil listrik, tidak terkecuali untuk jenis LFP. Hal ini dilakukan untuk mempecepat hilirisasi nikel khususnya dari bijih limonit menjadi baterai mobil listrik.

Melalui Permenperin No. 28/2023, pemerintah meningkatkan bobot baterai dalam nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi 40% untuk periode 2020-2029. Dalam aturan sebelumnya, yakni Permenperin No.6/2022, komposisi baterai memiliki bobot 30% dari TKDN untuk periode 2020-2023. Untuk 2024, komposisi baterai meningkat menjadi 35%.

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri