Penggunaan bahan bakar hidrogen hijau atau hidrogen rendah karbon diperkirakan mulai digunakan untuk sektor transportasi di Indonesia mulai 2030, berdasarkan Strategi Hidrogen Nasional. Sementara sektor transportasi umum seperti kereta api dan bus akan beralih menggunakan hidrogen hijau pada 2040.

"Mulai 2030, hidrogen rendah karbon akan dimanfaatkan pada sektor transportasi untuk kendaraan jarak jauh seperti truk, angkutan berat, dan pelayaran," ujar  Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (kementerian ESDM), Chrisnawan Anditya, dalam  agenda DETalk bertema "Status and Trends of the Hydrogen Economy Indonesia's Perspective and Experiences" yang digelar secara daring, Selasa (2/4).

Chrisnawan mengatakan, kendaraan hidrogen merupakan diversifikasi kendaraan elektrik seperti baterai. 

Sementara pada 2040, Chrisnawan mengatakan, sebagian bus akan beralih ke bahan bakar hidrogen dengan permintaan awal sebesar 6 GWh atau setara 0,21 juta ton H2. Penggunaan ini akan berlanjut dan meningkat hingga mencapai proporsi 20 persen bus menggunakan hidrogen dengan besar konsumsi 1,8 juta ton di 2060.

Penggunaan hidrogen juga akan diterapkan pada sektor kendaraan angkutan berat. Permintaan hidrogen pada sektor ini diperkirakan menca[ai 161 GWh di tahun 2040, dan meningkat menjadi 930 GWh pada 2060.

Dia mengatakan, PT KAI juga memiliki rencana pengembangan kereta api untuk mengganti lokomotif dengan kereta rel listrik yang dikombinasikan dengan bahan bakar hidrogen atau baterai.

Potensi Suplai Hidrogen

Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini hidrogen telah digunakan di Indonesia pada sektor industri, terutama sebagai bahan baku pupuk. Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini sekitar 1,75juta ton per tahun, dengan penggunaan yang didominasi oleh urea (88%), amonia (4%), dan kilang minyak (2%).

"Sebagian besar penggunaan hidrogen di industri saat ini berasal dari gas alam," ujar Chrisnawan.

Dia mengatakan, cadangan gas alam di Indonesia terbukti mencapai 41,62 TCF yang digunakan untuk produksi hidrogen biru. Selain itu, Indonesia memiliki potensi 3.686 GW pembangkit energi baru terbarukan di Indonesia yang bisa memasok hidrogen hijau. 

Sementara itu, penggunaan mobil hidrogen sudah diterapkan di seluruh dunia. Cina menjadi pasar mobil listrik hidrogen atau fuel cell electric vehicle (FCEV) terbesar di dunia pada 2023.

Hal ini tercatat dalam laporan SNE Research, lembaga riset energi terbarukan asal Korea Selatan.  Cina merupakan pangsa pasar mobil hidrogen terbesar di dunia.

Menurut SNE Research, sepanjang 2023 volume penjualan FCEV di Cina mencapai 5,6 ribu unit, setara 38,8% dari total penjualan global.

Pasar terbesar berikutnya adalah Korea Selatan, Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang, dengan angka penjualan seperti terlihat pada grafik.

Secara kumulatif, total volume penjualan FCEV global pada 2023 mencapai 14,45 ribu unit. Capaian ini turun 30% dibanding 2022 (year-on-year).

"Alasan utama penurunan tersebut adalah anjloknya penjualan FCEV di Korea Selatan, yang sebelumnya merupakan pangsa pasar FCEV nomor satu pada 2022," kata tim SNE Research dalam siaran persnya (15/2/2024).

"Karena meningkatnya biaya pengisian hidrogen, adanya insiden kerusakan, dan kurangnya infrastruktur pengisian hidrogen, FCEV kehilangan daya tarik di pasar kendaraan ramah lingkungan," kata mereka.

Namun, SNE Research memproyeksikan penjualan FCEV bisa menguat lagi pada 2024, seiring dengan adanya pembangunan infrastruktur pengisian hidrogen di Ciina, serta peluncuran model FCEV baru dari sejumlah pabrikan besar seperti Toyota, Honda, dan Hyundai.