Belajar dari Sawahlunto, Bagaimana Transisi Energi Berkeadilan Bisa Diterapkan?

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom.,
Pekerja melakukan pengeboran untuk kebutuhan edukasi saat pemeliharaan lubang tambang batu bara Sawahluwung di Sawahlunto, Sumatera Barat, Kamis (7/9/2023). PT Bukit Asam (Tbk) Unit Pertambangan Ombilin (PTBA UPO) membuka lubang tambang batu bara yang sudah tidak berproduksi lagi itu menjadi lubang pendidikan untuk kebutuhan praktek dan penelian akademis.
9/1/2025, 16.50 WIB

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mencatat Indonesia pernah memiliki contoh dalam pembangunan transisi energi secara berkedilan pada medio 2000.

Koordinator Bidang Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Konservasi Energi Bappenas, Dedi Rustandi, mengatakan contoh tersebut terjadi di Sawahlunto, Sumatera Barat pada awal tahun 2000. Saat itu, cadangan batu bara di Sawahlunto menipis sehingga PT Bukit Asam Tbk. yang mengelola wilayah tersebut melakukan rehabilitasi pasca tambang. Sawahlunto yang dulu terkenal sebagai wilayah tambang pun diubah menjadi kawasan wisata.

"Pada tahun 2001, pemerintah daerah menetapkan peraturan daerah yang menjadikan Sawahlunto sebagai kota wisata tambang budaya," ujar Dedi dalam diskusi publik, di Jakarta, Kamis (9/1).

Dedi mengatakan, transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan harus dilakukan berkeadilan. Ia mengatakan, langkah yang dilakukan oleh Sawahlunto memperlihatkan komitmen daerah dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Lanjutnya, selama periode 2001-2020, komitmen pemerintah daerah, yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Kementerian SDM, berhasil menarik kunjungan wisatawan dan pelatihan, serta menjadikan Sawahlunto terdaftar sebagai situs tambang warisan dunia pada tahun 2019.

"Selama periode tersebut, tingkat kemiskinan di daerah ini justru mengalami penurunan," ucapnya.

Ia mengatakan, beberapa faktor kunci yang berkontribusi pada keberhasilan transisi berkeadilan. Pertama komitmen dari pemerintah daerah dan dukungan dari berbagai sektor yang sangat penting dalam mencapai tujuan ini. Lanjutnya, dengan begitu sangat dibutuhkan sinergi antara pusat dan daerah dalam perencanaan dokumen. Pasalnya, tidak jarang periode kepemimpinan di pusat dan daerah tidak sejalan, sehingga perlu adanya sinkronisasi.

Selain itu, investasi dalam pendidikan dan riset juga diperlukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang kompeten dalam mengelola energi terbarukan.

"Kita perlu memastikan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk beradaptasi dengan perubahan ini," ujarnya.

Reporter: Djati Waluyo