Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu ditinjau ulang dalam peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terbaru. Pasalnya aturan yang bertujuan untuk menarik investasi tersebut malah tidak menguntungkan bagi investor.
Adapun aturan yang dimaksud adalah Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pedoman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Memanfaatkan Sumber Energi Terbarukan.
Bhima mengatakan terdapat dua pasal yang perlu dipertimbangkan untuk ditinjau kembali guna menarik investor ke dalam industri pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Pada pasal 19 tercantum bahwa Pembayaran atas transaksi pembelian tenaga listrik dilakukan oleh PT PLN (Persero) menggunakan mata uang rupiah dengan nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang berlaku sehari sebelum hari pembayaran.
“Pembayaran dengan kurs rupiah tentu kurang untungkan investor EBT terutama asing,” ujar Bhima saat dikonfirmasi Katadata, Jumat (14/3).
Menurut Bhima, investor akan menangung lebih banyak risiko dengan adanya perbedaan antara dana investasi yang dikucurkan dan pembayaran listrik dari PLN.
“Artinya risiko kurs lebih banyak ditanggung investor. Mempengaruhi tingkat pengembalian modal juga karena rupiahnya cenderung tren melemah terhadap dollar AS,” ujarnya.
Selain itu, permasalahan lain yang harus dilihat ulang ada pada pasal 10 yang mengatur terkait jaminan pelaksanaan proyek yang harus diberikan oleh pengembang pembangkit listrik (PPL) kepada PLN sebesar 10% dari total biaya proyek pembangkit tenaga listrik.
Bhima mengatakan, model penjaminan yang diterapkan oleh pemerintah dalam aturan tersebut terlalu besar bagi investor.
“Model penjaminannya terlalu besar 10%, seharusnya cukup 1-2% sekedar mengikat komitmen investor di sektor EBT,” ucapnya.
Dengan besarnya model penjaminan akan membuat investor harus mencari dana pinjaman atau modal lebih besar untuk mengembangkan pembangkit EBT di Indonesia.
“Semakin besar porsi penjaminan artinya investor perlu mencari dana pinjaman atau modal lebih besar didepan, dan ini kan ada bunga yang harus dikalkulasikan,” ujarnya.