Investasi hijau atau berkelanjutan semakin mendapat tempat dalam portofolio investor. Aliansi Investasi Berkelanjutan Global (GSIA) melaporkan bahwa nilai total aset investasi hijau di dunia mencapai US$ 35,3 triliun atau lebih dari Rp 513.000 triliun.
Jumlah tersebut menyumbang 36% atau lebih dari sepertiga nilai aset keuangan di lima pasar terbesar dunia, berdasarkan data yang dikumpulkan anggota GSIA di wilayahnya masing-masing. Aset tersebut dikelola secara profesional menggunakan ukuran yang luas tentang apa artinya investasi berkelanjutan.
“Investor semakin didorong faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), yang belum tercermin dalam neraca perusahaan namun dapat memengaruhi tingkat pengembalian (return) investasi di masa depan,” tulis laporan GSIA seperti dikutip dari Reuters, Rabu (21/7).
GSIA juga memperhitungkan aset wholesale dan institusional yang menilai pertumbuhan industri yang berfokus pada reksadana ritel dengan mandat keberlanjutan.
Laporan ini juga memperhitungkan investasi yang menggunakan proses penilaian risiko dan dampak dari masalah tertentu, seperti perubahan iklim. Walaupun investasi tersebut tidak secara eksplisit memiliki fokus keberlanjutnan yang formal atau ESG.
Adapun data yang digunakan dalam laporan ini adalah data aset keuangan di Amerika Serikat, Eropa, Australasia, dan Kanada tahun 2019, serta Jepang hingga akhir Maret 2020. Sejak laporan terakhir, total aset keuangan berkelanjutan di seluruh pasar tersebut meningkat hingga 15%.
“Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya ekspektasi konsumen, kinerja keuangan yang kuat, dan meningkatnya materialitas masalah sosial dan lingkungan, mulai dari keanekaragaman hayati hingga kesetaraan rasial dan perubahan iklim,” kata Ketua GSIA, Simon O’Connor.
Menurut laporan tersebut, pertumbuhan aset berkelanjutan tertinggi terjadi di pasar Kanada dan AS, masing-masing sebesar 48% dan 42% selama dua tahun terakhir. Simak databoks berikut:
Berdasarkan laporan GSIA 2018, total investasi berbasis ESG sudah melampui US$ 30 miliar, naik dari sekitar US$ 22 miliar pada 2016. Eropa menjadi lahan investasi berkelanjutan paling besar diikuti AS, Kanada, dan Australia serta Selandia Baru.
Sementara Jepang menunjukan peningkatan investasi berkelanjutan hingga lima kali lipat sejak 2016 hingga 2018. Proporsi investasi hijau di Negeri Sakura juga naik drastis dari 3,4% (dibanding total investasi) menjadi 18,3% pada periode yang sama.
Di Eropa, nilai aset investasi hijau mencapai US$ 14 miliar atau 48,8% dari total investasi. Sementara di Kanada nilainya sekitar US$ 1,7 miliar atau 50,6%. Tren ini menunjukkan terus meningkatnya transisi ke investasi hijau di berbagai negara.
Tren Investasi Hijau di Indonesia
Lalu, bagaimana tren investasi hijau di Indonesia? Investasi berbasis prinsip ESG menunjukkan peningkatan yang signifikan, sejak pertama kali diluncurkan pada 2014. Walaupun secara umum porsinya masih relatif kecil dibandingkan dengan jenis investasi konvensional.
Berdasar data yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2020 terdapat 14 produk reksa dana dan ETF berbasis ESG dengan nilai dana kelola (asset under management/AUM) mencapai Rp 3,062 triliun.
Angka ini meningkat drastis dibanding setahun sebelumnya, yaitu sekitar Rp 1,7 triliun dengan 10 jumlah produk. Tren naik ini merupakan kelanjutan dari tahun-tahun sebelumnya.
Tahun 2018 dana kelolaan bertema ESG mencapai Rp 730 miliar (tujuh produk), tahun 2017 Rp 253 miliar (2 produk), tahun 2016 Rp 42 miliar (2 produk), dan Rp 36 miliar (1 produk) pada 2015. Simak databoks berikut: