Penerbitan Obligasi Keuangan Berkelanjutan Capai Rp 12.264 T pada 2021

Dokumentasi Panitia Nasional Presidensi G20 Indonesia
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, sektor publik dan swasta masih menghadapi tantangan dalam mengakses dan mengadopsi instrumen-instrumen pembiayaan berkelanjutan.
Penulis: Agustiyanti
18/2/2022, 13.09 WIB

Perkembangan instrumen keuangan berkelanjutan alias sustainable finance instrument terus berkembang selama lebih dari satu dekade terakhir dan mencapai US$ 859 miliar atau sekitar Rp 12.264 triliun pada tahun lalu. Namun, Bank Indonesia (BI) melihat pesatnya pertumbuhan masih menyisakan sejumlah tantangan yang penting dibicarakan dalam pertemuan para pemimpin dunia di Presidensi G20 Indonesia.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, instrumen keuangan berkelanjutan telah berkembang bukan hanya dari sisi volume, melainkan juga dari jenis instrumennya. Keuangan berkelanjutan sudah merambah ke pasar modal, instrumen surat utang hijau atau green bond hingga pinjaman hijau atau green loan.

Beberapa lembaga keuangan dunia juga telah mulai memanfaatkan instrumen pasar uang hijau, seperti green atau sustainable repo, green atau sustainable commercial paper, dan green atau ESG-linked derivatives.

"Namun, banyak sektor publik dan swasta masih menghadapi tantangan, terutama dalam mengakses dan mengadopsi instrumen-instrumen ini," kata Perry dalam webinar 'Casual Talks: Scaling Up The Utilization of Sustainable Financial Instruments', Jumat (18/2).

Perry mengatakan, lebih dari separuh penerbitan obligasi berkelanjutan merupakan obligasi hijau atau green bond, sedangkan sisanya merupakan obligasi sosial dan obligasi berkelanjutan lainnya.

"Namun, pertumbuhan yang menggembirakan dari pembiayaan berkelanjutan masih kecil dibandingkan dengan total investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target kolektif global dalam Kesepakatan Paris dan Tujuan SDG's," kata Perry.

Oleh karena itu, menurut dia, hal tersebut menjadi salah satu pembiacaraan dalam pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20. Pembahasannya akan masuk dalam kelompok kerja 'Keuangan Berkelanjutan' pada sub-topik pembahasan terkait upaya peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan instrumen keuangan berkelanjutan.

Perry mengatakan, negara-negara G20 harus bekerja sama mengatasi tantangan tersebut, terutama dengan menyusun standar, penyelarasan pasar termasuk untuk persyaratan pelaporan dan pengungkapan, metrik data ESG, dan pelayanan verifikasi.

Dia menyarankan tiga strategi yang dapat diimplementasikan untuk mendukung pengembangan instrumen keuangan berkelanjutan. Pertama, mendorong peningkatan investasi hijau yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Investasi hijau di sektor transportasi, energi, bangunan dan lainnya membantu pengembangan ekonomi dan keuangan yang lebih berkelanjutan.

Kedua, pihak berwenang harus memberikan langkah-langkah pendukung, baik kebijakan insentif maupun disinsentif. Otoritas juga perlu bekerja sama untuk membangun infrastruktur yang tanggi, termasuk taksonomi hijau, layanan verifikasi dan sertifikasi hijau, hingga jasa pemeringkatan hijau.

"Bank Indonesia saat ini sedang bergerak menuju bank sentral hijau, di mana ekonomi hijau dan instrumen keuangan merupakan bagian dari bauran kebijakan BI," kata Perry.

Ketiga, program peningkatan kapasitas dan bantuan teknis yang berkelanjutan tidak kalah penting, khususnya bagi otoritas global maupun domestik, industri dan pelaku pasar. 

Reporter: Abdul Azis Said