Pertamina Siapkan Rp 148 T untuk Kembangkan Amonia Hijau dengan Jepang
PT Pertamina Power & New Renewable Energy (NRE) telah menyiapkan alokasi pendanaan sebesar US$ 10 miliar atau sekira Rp 148,8 triliun untuk studi kelayakan produksi energi bersih amonia hijau.
Studi kelayakan yang ditargetkan selesai pada 2024 itu menggandeng dua perusahaan energi asal Jepang. Proyek studi kelayakan tersebut akan berlanjut ke tahap penjualan ekspor ke Jepang pada 2028-2029.
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina NRE, Fadli Rahman, menjelaskan studi kelayakan yang berlangsung saat ini masuk dalam proses pencarian sumber daya amonia hijau dari wilayah kerja panas bumi (WKP) di wilayah Sulawesi Utara.
WKP tersebut di antaranya yakni WKP Lahendong, WKP Tompaso, dan WKP Kotamobagu yang mampu menghasilkan listrik dari potensi panas bumi sebesar 865 megawatt (MW).
Fadli menambahkan, kapasitas produksi amonia hijau domestik diperkirakan sejumlah 1 juta ton per tahun. Angka ini relatif kecil jika dibandingkan kebutuhan amonia hijau Jepang yang menyentuh 30 juta ton per tahun.
“Kapasitas Pertamina masih kecil, mungkin cuma 1 juta ton per tahun. Jadi masih kecil dibandingkan kebutuhan di Jepang,” kata Fadli dalam Green Economic Forum CNBC di Hotel Kempinski Jakarta pada Senin (22/5).
Pertamina NRE memiliki portofolio energi panas bumi yang dikelola oleh anak usahanya, PT Pertamina Geothermal Energy yang baru saja secara resmi mencatatkan sahamnya di bursa efek Indonesia dengan kode PGEO.
Saat ini PGE mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang sebesar 1,8 GW, di mana 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205 MW dikelola dengan skenario Kontrak Operasi Bersama.
Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 79% dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sebesar sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun. “Pasar ekspor di Jepang kebutuhan untuk amonia hijau sangat tinggi mulai 2028-2030,” ujar Fadli.
PT Pertamina Power & New Renewable Energy (NRE) telah menyiapkan alokasi pendanaan sebesar US$ 10 miliar atau sekira Rp 148,8 triliun untuk studi kelayakan produksi energi bersih amonia hijau.
Studi kelayakan yang ditargetkan selesai pada 2024 itu menggandeng dua perusahaan energi asal Jepang. Proyek studi kelayakan tersebut akan berlanjut ke tahap penjualan ekspor ke Jepang pada tahun 2028-2029.
Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina NRE, Fadli Rahman, menjelaskan studi kelayakan yang berlangsung saat ini masuk dalam proses pencarian sumber daya amonia hijau dari wilayah kerja panas bumi (WKP) di wilayah Sulawesi Utara.
WKP tersebut di antaranya yakni WKP Lahendong, WKP Tompaso, dan WKP Kotamobagu yang mampu menghasilkan listrik dari potensi panas bumi sebesar 865 megawatt (MW).
Fadli menambahkan, kapasitas produksi amonia hijau domestik diperkirakan sejumlah 1 juta ton per tahun. Angka ini relatif kecil jika dibandingkan kebutuhan amonia hijau Jepang yang menyentuh 30 juta ton per tahun.
“Kapasitas Pertamina masih kecil, mungkin cuma 1 juta ton per tahun. Jadi masih kecil dibandingkan kebutuhan di Jepang,” kata Fadli dalam Green Economic Forum CNBC di Hotel Kempinski Jakarta pada Senin (22/5).
Pertamina NRE memiliki portofolio energi panas bumi yang dikelola oleh anak usahanya, PT Pertamina Geothermal Energy yang baru saja secara resmi mencatatkan sahamnya di bursa efek Indonesia dengan kode PGEO.
Saat ini PGE mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang sebesar 1,8 GW, di mana 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205 MW dikelola dengan skenario Kontrak Operasi Bersama.
Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkontribusi sebesar sekitar 79% dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sebesar sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun. “Pasar ekspor di Jepang kebutuhan untuk amonia hijau sangat tinggi mulai 2028-2030,” ujar Fadli.
Sebagai informasi, amonia dapat dibuat secara sintetik dengan menggabungkan nitrogen dengan hidrogen, dalam proses yang disebut sintesis amonia.
Amonia hijau adalah proses sintesis amonia yang memanfaatkan energi baru dan terbarukan seperti angin, surya, tenaga air dan energi panas bumi yang tidak menghasilkan emisi karbon.