Bantu Petani Adaptasi Cuaca Ekstrem, Gates Foundation Siapkan Rp 23,37 Triliun
Yayasan milik miliarder Bill Gates (Gates Foundation) akan menginvestasikan setidaknya US$ 1,4 miliar (Rp 23,37 triliun, kurs Rp 16.700/US$) selama empat tahun ke depan. Dana itu akan digunakan untuk membantu petani di sub-Sahara Afrika dan Asia mengakses teknologi untuk beradaptasi dengan cuaca ekstrem.
CEO Gates Foundation Mark Suzman, mengatakan kepada kepada Reuters, pendanaan tersebut akan digunakan untuk inovasi seperti pemetaan kesehatan tanah dan biofertiliser yang menggunakan mikroorganisme alih-alih bahan kimia untuk mendorong pertumbuhan tanaman.
Pekan lalu, Gates menyerukan perubahan strategi iklim, dari berfokus pada target emisi menjadi membantu masyarakat miskin, yang semakin menanggung beban cuaca ekstrem dan dampak iklim lainnya.
"Orang-orang inilah yang memberikan kontribusi sangat kecil terhadap emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim, tetapi mereka paling terkena dampaknya karena dampak iklim tersebut benar-benar memengaruhi kemampuan mereka untuk memberi makan diri mereka sendiri dan keluarga mereka," kata Suzman kepada Reuters dalam sebuah wawancara, sebelum pendanaan diumumkan, Sabtu (8/11).
Suzman mengatakan cuaca ekstrem yang dipicu oleh iklim menjadi ancaman yang meningkat terhadap hasil panen dan ketahanan pangan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendesak lebih banyak perlindungan untuk pertanian seiring dengan meningkatnya pemanasan global.
Sebuah laporan oleh lebih dari 20 organisasi, termasuk konsultan Systemiq, menemukan ketahanan tanaman merupakan salah satu bidang investasi yang paling berdampak perubahan iklim. Laporan tersebut menyebutkan adanya kebutuhan luas untuk varietas tanaman yang tahan iklim, prakiraan cuaca yang lebih baik, dan inovasi seperti pemetaan dan panduan berbasis kecerdasan buatan (AI).
Teknologi Pertanian Masa Depan
International Potato Center, salah satu organisasi yang sebelumnya menerima manfaat dari pendanaan Gates Foundation, meluncurkan varietas kentang yang baru dibudidayakan yang tahan terhadap penyakit busuk daun, penyakit yang menyebar ke dataran tinggi seiring dengan meningkatnya suhu global.
"Kentang baru ini dikembangkan di Peru dengan mengidentifikasi kentang liar yang memiliki ketahanan terhadap penyakit dan menggabungkan ketahanan ini ke dalam varietas yang dibudidayakan," kata salah seorang peneliti perusahaan, Thiago Mendes, pada Kamis (6/11).
Penerima lainnya, TomorrowNow, mengirimkan pembaruan cuaca melalui pesan teks kepada petani di negara-negara Afrika termasuk Kenya dan Rwanda. "Informasi ini membantu mereka mencegah pemborosan benih dan perbekalan dengan menanam atau memanen pada waktu terbaik," ujar CEO TomorrowNow Wanjeri Mbugua, kepada Reuters.
Suzman mengatakan ada penelitian dan pengembangan yang kuat untuk solusi pertanian, tetapi tujuan bagi dunia adalah untuk memberikan solusi tersebut kepada masyarakat termiskin di dunia.
"Keputusan masih belum final apakah kita akan melihat itu," katanya.