Pajak Pertambahan Nilai alias PPN merupakan item yang kerap terlihat, misalnya ketika makan di restoran. PPN adalah pungutan yang dikenakan kepada konsumen, seperti pembeli makanan di restoran tadi.
Tak hanya makanan di restoran, semua barang pada dasarnya dapat dikenakan PPN, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya.
PPN pun menjadi sorotan ketika pemerintah memutuskan menjalankan kebijakan menaikkan PPN per 1 April 2022. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN dari 10 % menjadi 11 %.
Lalu, apa itu definisi PPN? Apa dasar hukum PPN? Bagaimana cara menghitung PPN? Apa saja barang yang bebas PPN?
Definisi PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pemungutan pajak terhadap tiap transaksi atau perdagangan jual beli produk/jasa dalam negeri kepada wajib pajak orang pribadi, badan usaha maupun pemerintah.
PPN dalam bahasa Inggris dikenal dengan Goods and Services Tax (GST) atau Value Added Tax (VAT). Pajak ini bersifat tidak langsung, objektif, dan nonkumulatif. Jadi, PPN disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak. Dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Karakteristik PPN
PPN memiliki karakteristik, antara lain:
1. Pajak Atas Konsumsi
PPN akan dibebankan pada pihak konsumen atau orang yang membeli barang kena pajak (BKP), dan tidak untuk dijual kembali. Artinya, tanggung jawab untuk membayar beban pajak adalah pihak konsumen akhir atau pembeli.
2. Pajak Tidak Langsung
PPN termasuk kategori pajak tidak langsung karena pajak tersebut dibebankan pada konsumen akhir. Sedangkan yang bertanggung jawab untuk melakukan penyetoran pajak bukanlah pihak konsumen akhir. Wajib pajak sebagai pengusaha kena pajak atau PKP yang menjual baranglah yang menyetorkan pajak tersebut.
3. Bersifat Objektif
PPN termasuk kategori pajak objektif, karena melihat dari sisi objek pajaknya. Setiap konsumen, yang juga merupakan wajib pajak dan subjek pajak, akan dikenai tarif PPN yang sama. Tarif tersebut sesuai dengan harga barang atau transaksi barang dan jasa kena pajak yang dilakukan.
4. Memiliki Tarif Tunggal
PPN menggunakan besaran tarif tunggal dan tidak memiliki perhitungan progresif. Ini berbeda dengan pajak penghasilan atau PPh, yang memiliki perhitungan progresif, di mana setiap penghasilan memiliki besaran tarif sendiri.
5. Pajak Atas Konsumsi Barang dan Jasa Kena Pajak Dalam Negeri
PPN adalah pajak yang hanya dikenakan atas konsumsi barang dan jasa kena pajak di dalam negeri. PPN juga diterapkan pada pemanfaatan barang dan jasa kena pajak yang tidak berwujud di luar daerah kepabeanan yang dimanfaatkan di dalam negeri.
6. Bersifat Multi Stage Levy
PPN akan dikenakan atau dipungut pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pada pedagang kecil atau pengecer. PPN tidak akan menimbulkan efek pemungutan pajak ganda karena mekanisme pajaknya menganut pengkreditan pajak keluaran dan pajak masukan.
7. Metode Indirect Subtraction
Mekanisme dalam perhitungan PPN menggunakan metode pengurangan secara tidak langsung. Artinya, wajib pajak dapat mengkreditkan pajak masukan atas barang dan jasa kena pajak yang berbeda.
Dasar Hukum PPN
Dasar hukum PPN di Indonesia mulai muncul pada 1983. Terdapat beberapa kali perubahan undang-undang dengan berbagai pertimbangan, seperti pergantian model pemungutan pajak agar lebih sederhana, serta prinsip keadilan bagi masyarakat.
Sebelum menggunakan sistem PPN, Indonesia telah menggunakan tiga jenis pajak atau pungutan terhadap konsumsi. Tiga pajak tersebut adalah, Pajak Pembangunan I, Pajak Peredaran 1950, dan Pajak Penjualan (PPn).
Berikut adalah perubahan UU terkait Paja Pertambahan Nilai di Indonesia:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM. Perubahan ini untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk masyarakat, juga untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.
Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya, undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.
4. Terbaru dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021
Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN tertuang dalam UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Tarif PPN
Per 1 April 2022 ini, sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif PPN 2022 yang terbaru sebesar 11 %. Sebelumnya, tarif PPN yakni sebesar 10 %, yang berlaku hingga Maret 2022. Tarif PPN akan dinaikkan menjadi 12 %, yang diberlakukan paling lambat 1 Januari 2025. Sementara, rentang maksimal pemungutan berdasarkan UU PPN adalah sebesar 15 %.
Cara Menghitung PPN
Cara menghitung PPN adalah menggunakan rumus berikut:
Tarif PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak) x Harga Produk/Jasa
Untuk lebih mudah memahaminya, mari simak contoh PPN berikut ini:
A membeli makanan di sebuah restoran cepat saji. Restoran itu memasukan PPN kepada setiap pelanggan yang melakukan transaksi di sana. Jika harga makanan yang dibeli A adalah Rp 50 ribu, PPN yang harus ditanggung adalah:
PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak x Harga Produk/Jasa
= 11 % x Rp 50 ribu
= Rp 5.500
Dengan perhitungan tersebut, maka total yang harus A bayarkan ke kasir adalah Rp 55.500.
Objek Pajak Pertambahan Nilai
Objek pajak artinya penghasilan yang dikenakan pajak. Objek Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada lima objek, yaitu:
- Barang kena pajak dan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha. Daerah pabean yang dimaksud yaitu seluruh wilayah Republik Indonesia.
- PPN dibebankan untuk impor barang kena pajak.
- PPN dikenakan pada pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Yang dimaksud dengan barang kena pajak tidak berwujud antara lain, hak paten, merk dagang, dan hak cipta.
- PPN dikenakan untuk pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- PPN dikenakan pada ekspor barang kena pajak berwujud atau tidak berwujud, serta dan ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Barang Bebas PPN
Dilansir laman Kemenkeu, ada beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN 11 persen meliputi:
- Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi.
- Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja.
- Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
- Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
- Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
- Rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS
- Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional
- Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak
- Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi
- Emas batangan dan emas granula
- Senjata/alutsista dan alat foto udara.