Dana ‘Loss and Damage’ sebagai Kompensasi Atas Perubahan Iklim

ANTARA FOTO/Aji Styawan/foc.
Foto udara sejumlah truk pengangkut kontainer mengantre untuk menembus banjir limpasan air laut ke daratan atau rob yang merendam kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, Senin (20/6/2022).
Penulis: Reza Pahlevi
16/11/2022, 14.37 WIB

Isu ini sebetulnya sudah dibahas sejak bertahun-tahun, tetapi selalu diabaikan negara-negara kaya. Amerika Serikat, misalnya, menganggap adanya loss and damage dapat mengekspos mereka terhadap liabilitas legal dan tuntutan hukum di masa depan.

Selama ini negara-negara maju lebih memilih model pendanaan lain untuk negara-negara berkembang, seperti mitigasi dampak perubahan iklim dan adaptasi untuk pemanasan global.

Misalnya, negara-negara maju menjanjikan US$100 miliar per tahun untuk pembiayaan iklim dan US$40 miliar per tahun secara spesifik untuk pembiayaan adaptasi.

Momentum COP27 menjadi pertemuan pertama untuk membahas ini dalam skala besar. Ada dua faktor yang membuat negara-negara kaya mau mendengarkan menurut Nature.

Pertama, advokasi terus-menerus dari perwakilan negara-negara rentan perubahan iklim dan aktivis iklim yang didukung riset. Kedua, dampak perubahan iklim luar biasa mulai terlihat dan tak bisa diabaikan di daerah-daerah yang berkontribusi kecil terhadap perubahan iklim.

Mengutip New York Times, beberapa negara-negara Eropa telah berjanji untuk pembiayaan loss and damage baru. Skotlandia, misalnya, berjanji memberikan dana tambahan US$5,7 juta setelah berjanji US$2,2 juta tahun lalu.

Austria juga menjanjikan dana US$50 juta untuk negara-negara yang merasakan dampak perubahan iklim. Belgia menjanjikan US$2,5 juta untuk biaya loss and damage ke Mozambik, sedangkan Denmark juga berjanji mengeluarkan US$13 juta.

Halaman: