Mengenal Istilah Pajak, Tax Avoidance dan Tax Evasion, Apa Bedanya?

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
11/4/2023, 16.43 WIB

Ketidakpatuhan pajak baru-baru ini menjadi obrolan warganet di media sosial menyusul kasus eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Bentuk ketidakpatuhan yang sering terjadi adalah penghindaran (avoidance) dan pelanggaran (evasion).

Rafael merupakan eks pejabat eselon III. Jabatan akhirnya sebelum dicopot Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan.

Pria berusia 55 tahun itu diduga memiliki harta berlimpah dan tidak jelas sumbernya. Dalam laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN ) yang ia laporkan pada 2021, kekayaannya mencapai Rp 56 miliar. Selain itu, Rafael tersorot karena kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa dan menetapkan Rafael sebagai tersangka terkait kasus dugaan gratifikasi. Ia diduga menerima gratifikasi hingga US$ 90 ribu (Rp 1,3 miliar) dari sejumlah wajib pajak untuk mengatasi masalah perpajakan.

Berkaitan dengan kasus itu, ketidakpatuhan pajak adalah segala aktivitas yang tidak menguntungkan bagi sistem perpajakan pemerintah. Ketidakpatuhan ini meliputi penghindaran pajak atau tax avoidance dan pelanggaran pajak atau tax evasion. Berikut perbedaannya. 

Pemeriksaan Rafael Alun Trisambodo di Gedung KPK. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.)

Apa Itu Tax Avoidance?

Penghindaran pajak adalah penggunaan sah sebuah rezim pajak di suatu negara untuk mengurangi pajak yang harus dibayar. Dengan kata lain, wajib pajak biasanya berusaha memanfaatkan celah (loophole) hukum.

Wajib pajak mengalihkan aset-aset mereka ke negara-negara yang sering disebut sebagai suaka pajak (tax haven). Negara-negara ini biasanya memiliki tarif pajak yang relatif rendah bagi investor asing.

Salah satu negara dengan reputasi suaka pajak adalah Panama. Sejumlah negara telah meluncurkan hukum antipenghindaran pajak, seperti di Australia, Kanada, dan Selandia Baru. 

Pada 2016, Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional (ICIJ) mewadahi penelusuran dokumen informasi keuangan orang-orang kaya dan pejabat publik. Dokumen yang dikenal sebagai Panama Papers ini mengungkap pejabat-pejabat yang “memarkir” asetnya di Panama.

Pelaporan SPT pajak. (ANTARA FOTO/Yudi/Lmo/rwa.)

Apa Itu Tax Evasion?

Lalu, pelanggaran pajak adalah cara ilegal yang ditempuh wajib pajak agar bisa membayar pajak lebih rendah dari yang seharusnya. Cara-caranya meliputi pelaporan pajak yang tidak jujur, pengungkapan pendapatan yang lebih rendah, dan penyuapan ke otoritas.

Menurut kelompok advokasi Tax Justice Network, negara-negara di dunia kehilangan pendapatan pajak hingga US$ 483 miliar per tahun secara keseluruhan. Kerugian ini terjadi akibat penyelewengan pajak oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan orang-orang kaya.

Investopedia menuliskan, tax evasion di Amerika Serikat dapat menyebabkan tuntutan pidana. Pasalnya, pelanggaran pajak adalah perbuatan yang disengaja dan menguntungkan pihak wajib pajak. Modus yang paling sering terjadi adalah menyembunyikan aset dengan memakai nama orang lain. 

Tax Resistance dan Tax Protest

Selain penghindaran dan pelanggaran pajak, sejumlah orang juga tidak mematuhi rezim perpajakan karena memiliki alasan tertentu. Perlawanan pajak (tax resistance), misalnya, adalah penolakan wajib pajak karena tidak sepakat dengan kebijakan tertentu.

Pembangkangan pajak (tax protest), di sisi lain, adalah bentuk penolakan karena pajak itu sendiri dianggap bertentangan dengan konstitusi.

Apa Itu Tax Haven?

Beberapa negara di dunia menerapkan pungutan pajak minimum atau yang lebih dikenal dengan suaka pajak. Negara yang menerapkannya menjadi tempat berlindung para pengusaha dari negara dengan pajak yang cukup tinggi.

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menuliskan, ciri-ciri dari negara suaka pajak alias tax haven, antara lain penerapan tarif pajak rendah atau tidak sama sekali, tidak ada pertukaran informasi, tidak ada transparansi dalam pemungutan pajak, dan tidak ada persyaratan aktivitas substansial bagi perusahaan.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman