Bursa Efek Indonesia (BEI) mengingatkan, bahwa per 5 Juni kebijakan batasan persentase auto rejection bawah tahap I sebesar 15% efektif diimplementasikan. Ini merupakan bagian normalisasi kebijakan relaksasi pandemi yang merujuk kepada Surat Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00055/BEI/03-2023, yang telah dikeluarkan pada 30 Maret 2023.
Kebijakan ini adalah bagian dari penyesuaian batasan persentase auto rejection simetris tahap I. Sementara, tahap II akan berlaku efektif pada 4 September mendatang.
Nah, apa sebenarnya ARB ini, dan bagaimana kebijakan auto rejection ini memberikan manfaat, baik bagi investor maupun emiten? Simak ulasan singkat berikut ini.
Pengertian dan Ketentuan Besaran ARB
Secara umum auto rejection dalam dunia pasar modal merupakan pembatasan minimum dan maksimum suatu kenaikan dan penurunan harga saham dalam jangka waktu satu hari perdagangan di bursa.
Artinya, sistem bursa akan menolak order jual atau beli yang masuk secara otomatis, jika harga saham telah menembus batas atas atau bawah yang telah ditetapkan. Auto rejection ini, diterapkan untuk memastikan perdagangan saham berjalan dalam kondisi wajar.
ARB sendiri, merupakan kondisi yang menggambarkan harga saham saat turun secara signifikan dalam periode waktu tertentu. Jika suatu saham terus mengalami penurunan, maka akan dikategorikan sebagai ARB.
Ciri-ciri saham yang terkena ARB, adalah tidak ada lagi order di antrian beli atau bid. Misalnya, saham X ditutup di harga Rp 5.000 pada perdagangan bursa sehari sebelumnya.
Nah, batasan auto rejection yang berlaku sejak pandemi adalah sebesar 7%. Penurunan harga saham X maksimal adalah sebesar Rp 4.650. Besaran ini didapatkan dari perhitungan Rp 5.000 - (Rp 5.000 x 7%). Artinya, jika harganya telah turun mencapai batas bawah di level Rp 4.650, maka saham X tersebut akan terkena ARB.
Namun, dengan membaiknya kondisi di era New Normal, maka batasan ARB dikembalikan seperti semula secara bertahap.
Untuk awalnya, mengacu pada kebijakan yang diambil BEI per 5 Juni, ketentuan ARB adalah sebesar 15%. Besaran ini berlaku untuk seluruh tingkat harga saham, mulai dari saham dengan harga Rp 50-200, di atas Rp 200 hingga Rp Rp 5.000, serta saham dengan harga di atas Rp 5.000
Namun, per 4 September 2023 mendatang, atau pelaksanaan auto Rejection simetris tahap II, besaran auto rejection, baik atas maupun bawah, akan kembali ke besaran yang sebelumnya ditentukan melalui Keputusan Direksi BEI No.Kep-00023/BEI/03-2020, yakni sebagai berikut:
- Harga saham Rp 50-200, batas naik dan turunnya dalam sehari adalah 35%.
- Harga saham Rp 200-5.000, batas naik dan turunnya dalam sehari adalah 25%.
- Harga saham di atas Rp.5000, batas naik dan turunnya dalam sehari hanya 20%.
Artinya, untuk emiten yang harga sahamnya Rp 50 hingga Rp 200 per saham, ketika harganya turun hingga 35% dalam satu hari perdagangan bursa, maka akan langsung terkena kategori ARB. Perhitungan yang sama berlaku untuk saham-saham yang harganya di atas kategori tersebut, sesuai dengan peraturan yang berlaku
Manfaat Kebijakan ARB di Pasar Modal dan Tips Membeli Saham Kategori ARB
Sekilas kebijakan auto rejection ini mempersempit ruang gerak para trader dan investor di pasar modal. Namun, sebenarnya kebijakan ini mendatangkan manfaat, baik bagi investor maupun bagi emiten.
Bagi investor maupun trader, keberadaan ARB memberikan peluang untuk memperoleh keuntungan lebih. Jika seorang investor atau trader memiliki kemampuan analisa dan strategi matang, ARB memberikan jaminan bahwa harga saham akan berada pada tarif normal dalam periode yang telah ditentukan. Ini tentu menjadi manfaat tersendiri supaya harga saham menjadi lebih terkontrol.
Bagi emiten, kebijakan ARB ini memberikan jaminan, serta melindungi nilai saham sehingga tidak anjlok pada nilai paling rendah. Jika harga saham tidak memiliki batasan, terutama batasan bawah, maka resiko kerugian akan lebih tinggi bagi sebuah perusahaan.
Mengutip Tokopedia.com, ada beberapa tips yang bisa dimanfaatkan oleh investor maupun trader dalam membidik saham yang masuk kategori ARB. Beberapa tips tersebut, antara lain:
1. Mengamati harga tawar
Sebelum memilih saham ARB, investor maupun trader sebaiknya melakukan analisis harga tawar dengan harga wajar. Pastikan untuk mengetahui harga wajar dari suatu emiten sebelum membeli saham ARB.
2. Mengetahui Market Cap Saham yang diminati
Indikator kedua sebelum membeli saham ARB adalah memeriksa market cap emiten yang diminati. Market cap ini merujuk pada besaran dana untuk membeli keseluruhan saham dari perusahaan tersebut. Semakin besar market cap perusahaan, maka nilai fundamentalnya semakin baik.
3. Analisis Prospek Perusahaan
Seorang investor maupun trader sebaiknya melakukan pengecekan dan analisis prospek emiten yang diminati di masa mendatang juga menjadi poin penting. Ini bermanfaat untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut akan masih mampu mempertahankan eksistensinya di masa depan.
Sebaiknya menghindari membeli saham hanya karena harganya melambung tinggi tanpa mempertimbangkan prospek dan tujuan investasi.
4. Analisis Fluktuasi Saham ARB secara Rutin
Pada umumnya, saham dengan status ARB adalah saham yang diminati investor atau trader berpengalaman. Melalui sistem ini, mereka bisa lebih mempertimbangkan pergerakan harga dari sebuah saham. Meski demikian, mengeceknya secara berkala tetap penting untuk menghindari resiko kerugian besar.
5. Analisis Kemampuan Emiten Menghasilkan Laba
Investor atau trader juga sebaiknya memastikan kemampuan emiten yang dibidik dalam meningkatkan kinerjanya untuk menghasilkan keuntungan. Jika, sebuah perusahaan memperoleh keuntungan secara signifikan, maka para pemegang saham juga akan mendapatkan dividen. Oleh karena itu, penting untuk melakukan riset sebelum membeli saham sebuah emiten.