Dewasa ini virtual office atau kantor virtual bukanlah konsep yang asing, karena sudah sejak lama banyak perusahaan, terutama yang baru berdiri, memanfaatkan layanan ini.
Keberadaan kantor virtual dinilai menguntungkan, karena mampu menghemat biaya perusahaan. Sebab, perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya besar untuk membangun kantor sendiri.
Apa sebenarnya virtual office, seperti apa konsepnya, dan bagaimana dengan aspek perpajakan yang menyertai kantor virtual ini? Simak ulasan selengkapnya berikut ini.
Pengertian Virtual Office
Virtual Office merupakan kantor yang memiliki ruangan fisik, serta memiliki sejumlah layanan pendukung kantor pada umumnya. Layanan ini disediakan oleh pengelola untuk digunakan sebagai tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau korespondensi secara bersama-sama.
Konsep kantor virtual ini membidik pelaku usaha baru yang memiliki biaya terbatas dalam menyewa kantor. Pasalnya, bagi pelaku usaha baru, menyewa kantor sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar. Padahal, saat ini beberapa bidang pekerjaan bisa dikerjakan secara remote, atau bisa dilakukan di mana saja.
Namun, keberadaan alamat yang jelas menjadi salah satu persyaratan suatu perusahaan bisa dipercaya. Hal ini lah yang membuat perusahaan baru kemudian mempertimbangkan menyewa virtual office sebagai alamat kegiatan usaha dan korespondensi.
Meski sebagian besar operasional perusahaan dapat dilakukan secara remote, keberadaan alamat kantor tetap dibutuhkan. Ini merupakan konsekuensi dari aturan yang tertuang dalam Pasal 5 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, di mana sebuah perseroan terbatas atau PT, harus memiliki beberapa syarat agar legal, yakni sebagai berikut:
- Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
- Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
- Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap perseroan.
Di dalam penjelasan Pasal 5 UUPT, dijelaskan bahwa tempat kedudukan perseroan sekaligus merupakan kantor pusat. Perseroan wajib mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang harus disebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan melalui alamat tersebut perseroan dapat dihubungi.
Selain itu, penggunaan virtual office juga diperkenan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Aturan tersebut berbunyi, "Kantor visual (Virtual Office) atau Kantor Bersama (Co-working Space) yang selanjutnya disebut sebagai Kantor Visual adalah suatu kantor yang memiliki ruangan fisik dan dilengkapi dengan layanan pendukung kantor yang disediakan oleh pengelola Kantor Visual untuk dapat digunakan sebagai tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau korespondensi secara bersama-sama oleh 2 atau lebih Pengusaha yang atas pemanfaatan kantor dimaksud terdapat pembayaran dalam bentuk apapun, tidak termasuk jasa persewaan gedung dan jasa persewaan kantor (Serviced Office)."
Konsep Virtual Office
Mengutip online-pajak.com, virtual office memiliki bangunan fisik dengan pelayanan pendukung kantor. Ini bisa berupa bangunan yang telah dikenal luas, yang ditempati sebagai kegiatan bisnis yang berfungsi untuk menjalankan administrasi atau kesekretariatan.
Adapun, terdapat tiga konsep virtual office yang ada saat ini, yakni sebagai berikut:
1. Kantor Administrasi Visual
Ini merupakan layanan kantor dalam jaringan, yang berfungsi sebagai representasi administratif sebuah perusahaan. Beberapa perusahaan dapat menggunakan satu alamat kantor yang tujuannya sebagai korespondensi resmi.
Kantor virtual dengan konsep administrasi visual ini, biasanya juga menyediakan fasilitas resepsionis sebagai penerima telepon serta pengurusan surat-surat.
2. Serviced Office
Konsep serviced office, adalah layanan kantor virtual dengan fasilitas yang lebih lengkap, di mana ada furnitur, perlengkapan komputer, resepsionis, jaringan internet, hingga pramubakti.
Layanan serviced office ini bisa disewa harian, bulanan, hingga tahunan. Konsep ini digemari, karena harganya yang cukup terjangkau, tidak semahal kantor konvensional.
3. Co-working Space
Konsep co-working space biasanya diperuntukkan untuk para pekerja lepas atau para pekerja industri kreatif, untuk bisa bekerja dalam ruang kerja yang sama. Para pekerja ini bisa saling bertemu dan berbagi satu ruangan yang dilengkapi dengan kursi, meja, internet, ruang rapat yang lengkap dengan perangkat multimedia.
Aspek Perpajakan dalam Virtual Office
Karena adanya penghasilan yang diperoleh dari usaha penyewaan virtual office, maka konsep kantor ini tidak lepas dari aspek perpajakan. Berikut ini adalah aspek perpajakan yang terdapat dalam kantor virtual.
1. PPh Pasal 4 Ayat (2)
Salah satu aspek perpajakan dalam virtual office, adalah PPh Pasal 4 Ayat (2) atau PPh Final. Ini merupakan pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa dan sumber tertentu, seperti jasa konstruksi, sewa tanah dan/atau bangunan, hadiah undian, dan lain sebagainya.
Sederhananya, PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu yang bersifat final dan tidak bisa dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
Besaran tarif PPh Final untuk penghasilan atas sewa virtual office, adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai sewa dari jumlah bruto nilai sewa yang termasuk dalam biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, layanan, dan lain-lain.
2. PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dikenakan pada penghasulan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Jenis pajak ini dikenakan untuk virtual office yang hanya menyewakan alamat atau hanya penyewaan server/bandwidth, tanpa adanya ruang kerja yang ditempati. Jenis ini dapat dikategorikan sebagai sewa sehubungan dengan penggunaan harta.
Tarif yang dikenakan sebesar 2%, di mana nantinya bukti pemotongan PPh Pasal 23 dapat digunakan sebagai kredit pajak bagi pengelola bangunan. Tujuannya agar dapat mengurangi jumlah pajak yang harus disetor dalam penghitungan SPT Tahunan PPh Badan.