Pengadilan Pajak, Dasar Hukum, Tugas, dan Kewenangannya

Dok. Sekretariat Pengadilan Pajak
Ilustrasi, lobi gedung pengadilan pajak.
Penulis: Agung Jatmiko
19/10/2023, 07.00 WIB

Dalam sistem perpajakan Indonesia, terdapat satu badan yang dibentuk khusus untuk menangani sengketa pajak antara warga negara dengan otoritas pajak. Badan khusus yang dimaksud, adalah pengadilan pajak.

Keberadaan badan pengadilan pajak ini, merupakan bagian penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Sebab, lembaga ini bertujuan menjaga keseimbangan antara kepentingan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak, dan hak-hak, serta keadilan wajib pajak.

Pengadilan pajak merupakan cara terakhir untuk menyelesaikan sengketa perpajakan. Sebelum mencapai tahap ini, biasanya terdapat upaya-upaya penyelesaian sengketa di tingkat administratif, melalui proses di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Ilustrasi, suasana sidang di pengadilan pajak. (Dok. Sekretariat Pengadilan Pajak)

Pengertian dan Dasar Hukum Pengadilan Pajak

Mengutip KlikPajak, pengadilan pajak adalah lembaga peradilan khusus, yang berfungsi menyelesaikan sengketa perpajakan antara wajib pajak dan DJP. Tujuan utamanya, adalah untuk memberikan wadah yang independen dan adil bagi pihak-pihak yang bersengketa dalam masalah perpajakan.

Sengketa yang dimaksud, dapat berkaitan dengan penilaian, perhitungan, pemungutan, pelunasan, dan pengembalian pajak, atau masalah perpajakan lainnya.

Jika sengketa perpajakan tidak dapat diselesaikan melalui prosedur administratif, pihak yang bersengketa dapat mengajukan permohonan ke pengadilan pajak. Di lembaga peradilan khusus ini lah dilakukan pemeriksaan fakta, bukti, dan argumen dari kedua pihak, serta penerapan hukum perpajakan yang berlaku.

Lembaga peradilan bidang perpajakan di Indonesia memiliki landasan hukum Undang-Undang Nomor 14 tahun 2022 tentang Pengadilan Pajak. Kelahiran UU ini merupakan respons atas kritik terhadap Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atau BPSP dibentuk melalui UU 17/1997.

Meski merupakan institusi yang menangani sengketa pajak dan berkaitan erat dengan hukum, BPSP ini tidak berpuncak pada Mahkamah Agung, namun berpuncak kepada Departemen Keuangan. Atas kedudukannya ini, banyak pihak yang mengkritik keberadaan BPSP.

Selain itu, muncul pula kritik bahwa keberadaan BPSP ini bertentangan dengan Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945 juncto ketentuan Pasal 10 UU tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman.

Aturan ini menyebutkan, bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut UU. Dari ketentuan tersebut, dapat diartikan bahwa kekuasaan kehakiman yang melaksanakan fungsi peradilan di Indonesia hanya mengenal satu Mahkamah Agung.

Dimungkinkannya badan-badan lain di luar Mahkamah Agung untuk melakukan kekuasaan kehakiman harus ditata dengan UU, yang tetap harus merujuk UUD 1945 sebagai landasan konstitusionalnya.

Oleh karena kritik yang menyertai perjalanan BPSP, maka pemerintah melakukan peninjauan yang menghasilkan UU 14/2002 tentang pengadilan pajak, yang diundangkan pada 12 April 2002.

Struktur Pengadilan Pajak

Struktur pengadilan pajak di Indonesia terdiri dari beberapa tingkat yang mengadili sengketa perpajakan. Secara umum, struktur lembaga peradilan di bidang perpajakan ini, adalah sebagai berikut:

1. Pengadilan Pajak Tingkat Pertama

Pengadilan pajak tingkat pertama adalah tingkat pertama dalam sistem peradilan pajak di Indonesia. Di tingkat ini, kasus perpajakan pertama kali diajukan dan diperiksa, dan diputuskan oleh oleh hakim pengadilan pajak tingkat pertama.

2. Pengadilan Pajak Tingkat Banding

Jika salah satu pihak yang bersengketa tidak puas dengan keputusan pengadilan pajak tingkat pertama, maka dapat mengajukan banding. Pengadilan Pajak tingkat banding memiliki kewenangan untuk memeriksa kembali kasus dan mengeluarkan keputusan banding.

3. Mahkamah Agung

Jika pihak yang bersengketa masih tidak puas dengan keputusan pengadilan pajak tingkat banding, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Ini merupakan tingkat tertinggi dalam sistem peradilan di Indonesia, dan memeriksa kasus perpajakan secara lebih komprehensif.

Ilustrasi, ruangan persidangan pengadilan pajak. (Dok. Sekretariat Pengadilan Pajak)

Tugas dan Kewenangan Pengadilan Pajak

Berdasarkan Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 UU No 14/2002, tugas dan wewenang pengadilan pajak adalah sebagai berikut:

  1. Pengadilan pajak memiliki kewenangan yang bersifat administratif, artinya mempunyai lingkup dalam administrasi negara.
  2. Bertanggung jawab memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan di tingkat banding, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sengketa pajak yang menjadi objek pemeriksaan adalah, sengketa yang dikemukakan pemohon banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan.
  3. Memeriksa dan memutus permohonan banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sepanjang peraturan peraturan perundang-undangan yang terkait mengatur demikian.
  4. Pengadilan pajak berwenang memeriksa dan memutus sengketa gugatan atas pelaksanaan penagihan pajak.
  5. Bertanggung jawab untuk mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan pajak.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pengadilan Pajak mendapatkan pembinaan dari dua institusi berbeda, yaitu Mahkamah Agung untuk pembinaan teknis peradilan.

Kedua, Kementerian Keuangan untuk pembinaan terkait organisasi, administrasi, dan keuangan. Meski demikian, pembinaan yang diberikan tidak boleh mengurangi independensi hakim dalam pemeriksaan dan pemutusan perkara sengketa pajak.