Profil Dahlan Iskan, Eks Menteri BUMN Dipanggil KPK Soal Korupsi LNG
Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG di PT Pertamina (Persero) pada periode 2011 hingga 2014.
"Hari ini, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN periode 2011 hingga 2014," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Kamis (7/9).
Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai apa yang akan didalami penyidik kepada Dahlan Iskan.
Perjalanan Karier Dahlan Iskan
Dahlan Iskan lahir pada 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga miskin dan serba kekurangan.
Orangtuanya mengaku tidak ingat kapan Dahlan dilahirkan. Karena itu, ia memilih 17 Agustus sebagai tanggal lahirnya agar mudah mudah diingat.
Pendidikannya saat sekolah dasar hingga menengah atas ia tempuh di Magetan dan Madiun. Lalu, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel cabang Samarinda. Namun, pendidikan perguruan tingginya ini tidak ia tamatkan.
Dahlan memilih bekerja dan bekerja sebagai wartawan di sebuah surat kabar kecil di Samarinda pada 1975. Setahun berselang, ia menjadi wartawan Majalah TEMPO hingga 1982.
Setelah itu, Dahlan meneruskan kariernya sebagai Pemimpin Redaksi Harian Umum Jawa Pos. Dahlan pindah setelah Jawa Pos dibeli oleh PT Grafiti Pers dan diminta memimpin media tersebut.
Dahlan menjadi nahkoda bagi Jawa Pos selama 20 tahun, terhitung sejak 1982 sampai 2002. Dia membawa perubahan bagi koran tersebut, yang awalnya hanya memiliki oplah 6.000 eksemplar menjadi 300 ribu eksemplar dalam lima tahun. .
Dahlan juga membentuk Jawa Pos News Network yang mampu menaungi 151 surat kabar, tabloid, serta majalah. JPNN juga memiliki 40 jaringan percetakan yang ada di seluruh Indonesia.
Pada 2009, ia melebarkan investasinya dalam bidang industri komunikasi. Dahlan membangun Sambungan Komunikasi Kabel Laut yang menghubungkan Surabaya dan Hong Kong dengan panjang serat optic mencapai 4.300 kilometer. Proyek ini digarap oleh PT Fangbian Iskan Corporindo (FIC) yang saat itu menjadikan Dahlan Iskan sebagai komisarisnya.
Tak hanya itu, Dahlan juga mulai mendirikan perusahaan listrik swasta bernama PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur serta PT Prima Elektrik Power di Surabaya, Jawa Timur. Ia mengaku prihatin dengan kondisi listrik nasional yang masih dihantui permasalahan pemadaman bergilir.
Dahlan kemudian ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara pada 2009 hingga 2011. Pengelolaan Jawa Pos ia serahkan kepada anaknya, Azrul Ananda. Namun, Dahlan tetap mengisi posisi sebagai komisaris.
Selama bertugas sebagai dirut PLN, Dahlan mengupayakan penghapusa byar pet atau pemadaman di seluruh Indonesia. Ia juga mencabut batas tarif listrik industri atau capping agar lebih adil serta menciptakan pertumbuhan iklim investasi di Indonesia.
Menjadi Menteri BUMN
Di tengah semangatnya membenahi PLN, Dahlan ditunjuk sebagai Menteri BUMN pada 17 Oktober 2011. Dahlan menggantikan Mustafa Abubakar yang saat itu sedang sakit.
Selama memimpin BUMN, Dahlan memberi prioritas pada restrukturisasi aset serta penyusutan jumlah (downsizing) pada sejumlah badan usaha. Ia juga pernah mengeluarkan usulan tentang mobil listrik dengan menyebut kendaraan ini lebih ramah lingkungan.
Dahlan mulai tersandung kasus hukum pada Juni 2015. Ketika itu Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkanya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu listrik induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Dahlan mengajukan gugatan praperadilan atas kasus proyek yang bernilai Rp 1.063 triliun tersebut. Gugatan ini dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sehingga status tersangka tersebut tidak sah dan gugur.
Dahlan juga pernah dijadikan tersangka atas kasus korupsi pengadaan 16 unit mobil listrik oleh Kejaksaan Agung. Kasus ini merugikan negara sebanyak Rp 17 miliar. Dia lalu mengajukan gugatan praperadilan kepada Pengadilan negeri Jakarta Selatan tapi ditolak.
Pada April 2017, Dahlan divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi dalam pelepasan aset PT PWU di Tulungagung serta Kediri. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menghukum Dahlan 2 tahun penjara serta denda sebesar Rp 100 juta subsider 2 bulan penjara.
Dahlan lalu mendapat vonis bebas di tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung untuk kasus tersebut. Ia dianggap tak terbukti melakukan tindak pidana.
Kembali Terseret Kasus Korupsi
Dahlan menambah daftar kasus hukum yang menjeratnya. Namanya kembali terseret dalam kasus korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina. Pada Juni 2022, Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan pihaknya sedang menyidik kasus dugaan korupsi tersebut.
Namun, sampai saat ini pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka belum diumumkan maupun dilakukan upaya paksa penahanan.
Kemudian, pada Januari 2023, Firli kembali menegaskan bahwa proses penyidikan kasus tersebut masih berjalan. "Terkait dengan LNG, saya katakan ini masih dalam proses penyidikan," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.