Profil Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga menjadi sorotan akhir-akhir ini. Dia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perkara dugaan suap pada Januari lalu dan telah ditahan. Kini, KPK menyita uang puluhan miliar rupiah yang diduga milik Erik.
"Tim Penyidik kembali melakukan penyitaan berupa uang tunai dan uang yang tersimpan dalam rekening bank dengan jumlah Rp48,5 miliar yang berasal dari para pihak yang menjadi orang kepercayaan Tersangka EAR (Erik Adtrada Ritonga)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (29/4).
Uang tersebut tersebar dalam berbagai rekening bank dan satu di antaranya atas nama Erik. KPK pun memblokir dan menyita akun rekening bank tersebut melalui koordinasi dengan pihak bank terkait.
Bagaimana profil Erik Adtrada yang ditangkap KPK terkait kasus dugaan suap dan korupsi proyek di Labuhanbatu, Sumatra Utara? Berikut ulasannya:
Profil Erik Adtrada
Erik Adtrada Ritonga merupakan Bupati Labuhanbatu, Sumatra Utara. Pria kelahiran 5 Mei 1980 ini memegang jabatan tersebut selama 3 tahun sejak dilantik pada 13 September 2021.
Gelar sarjananya diperoleh dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara pada 1999-2004. Belasan tahun kemudian, dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil magister di Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan pada 2016-2017.
Erik Seorang Dokter Sebelum Jadi Politisi
Erik Adtrada adalah politisi yang lahir di Labuhanbatu pada 5 Mei 1980. Sebelum menggeluti dunia politik, Erik merupakan seorang dokter.
Keluarga Erik merupakan pemilik salah satu rumah sakit di Labuhanbatu. Selain itu, pendidikan Erik juga berkutat di bidang tersebut. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Elpi Al Azis.
Erik sempat mendaftar sebagai caleg DPR RI untuk dapil Sumut II pada Pemilu 2014. Namun dia kalah suara dan tidak bisa lolos ke Senayan.
Dia kembali terlibat dalam dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai wakil bupati pada 2015, berpasangan dengan Tigor Siregar. Sayangnya, mereka kalah dalam persaingan melawan Pangonal Harahap dan Andi Suhaimi Dalimunthe.
Pada 2018, Erik bisa masuk parlemen sebagai Anggota Komisi XI DPR RI melalui pergantian antar waktu (PAW) Rofinus Hotmaulana Hutahuruk.
Pada Pilkada 2020 di Labuhanbatu dia maju berpasangan dengan Ellya Rosa Siregar. Mereka diusung Partai Hanura, NasDem, PKB, dan PDIP. Mereka pun terpilih setelah proses pemungutan suara ulang (PSU). Setelah menjabat bupati, Erik pindah dari Partai Hanura ke Partai Nasdem.
Kasus Erik Adtrada
Erik Adtrada ditangkap saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada pertengahan Januari lalu. Dia diduga melakukan korupsi proyek-proyek di Labuhanbatu.
Dalam perkara ini, Erik diduga mengintervensi dan aktif dalam berbagai proyek pengadaan di Labuhan Batu, terutama di Dinas Kesehatan serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Proyek di Dinas PUPR berupa proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat-Sei Berombang, Kecamatan Panai Tengah, dan proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Tampang-Sidomakmur, Kecamatan Bilah Hilir/Kecamatan Panai Hulu. Nilai pekerjaan kedua proyek tersebut sebesar Rp 19,9 miliar.
Erik diduga meminta sejumlah uang (fee) bagi para kontraktor yang ingin memenangkan proyek di Labuhanbatu. Besaran fee berkisar antara 5-15% dari nilai anggaran proyeknya.
Saat Operasi tangkap Tangan (OTT) pertengahan Januari lalu, KPK menangkap 10 orang, Empat di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Selain Erik, KPK juga menahan anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu, Rudi Syahputra Ritonga, serta dua pihak swasta, yakni Efendy Sahputra dan Fazar Syahputra.
Dalam OTT tersebut diamankan uang tunai sejumlah Rp551,5 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan sementara sekitar Rp1,7 miliar. Beberapa waktu lalu, KPK juga menyita rumah mewah senilai Rp5,5 miliar di Kota Medan, Sumut, yang diduga terkait perkara tindak pidana korupsi Erik.
Harta Kekayaan Erik Adtrada
Total harta Erik yang dilaporkan mencapai Rp15,59 miliar. Ini berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Erik Adtrada periode tahun 2022 sampai 21 Maret 2023
Harta tersebut meliputi tanah seluas 603 m2 di Labuhanbatu senilai Rp1,8 miliar, tanah dan bangunan 21726 m2/450 m2 di Labuhanbatu senilai Rp170 juta. Kemudian tanah seluas 200.000 m2 dengan akta hibah di Kota Padang lawas senilai Rp2 miliar, seluas 400 m2/400 m2 hasil sendiri di Kota Medan senilai Rp 2 miliar, serta tanah seluas 396 m2 di Labuhanbatu senilai Rp400 juta, dan lainnya.
Selain properti, Erik juga memiliki alat transportasi dan mesin, di antaranya mobil Mitsubishi Dump Truk tahun 2001 senilai Rp120 juta, mobil Mitsubishi Dump Truk tahun 1998 senilai Rp120 juta, dan lainnya. Harta bergerak lainnya tercatat Rp350,5 juta dan kas senilai Rp2,43 miliar.