Saka Indonesia Pangkah Ltd (SIPL), cucu usaha Perusahaan Gas Negara (PGN), harus membayar pajak hampir US$ 128 juta atau sekitar Rp 1,74 triliun beserta denda. Hal itu lantaran perusahaan kalah dalam sengketa pajak dengan Direktur Jenderal Pajak.

Informasi ini diperoleh katadata.co.id dari dokumen keterbukaan informasi PGN di situs Bursa Efek Indonesia. Dalam dokumen dijelaskan bahwa Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali Dirjen Pajak.

"Maka pajak yang masih harus dibayar oleh SIPL adalah sebesar US$ 127,72 juta berserta denda," demikian tertulis dalam dokumen keterbukaan informasi yang diunggah PGN pada Kamis (23/1).

(Baca: Mantan Wamen ESDM Arcandra Tahar Didapuk jadi Komisaris Utama PGN)

Berdasarkan putusan MA Nomor 4003/B/PjK/2019, sengketa antara Dirjen Pajak dan perusahaan sektor energi tersebut bermula dari surat ketetapan pajak (SKP) kurang bayar pajak penghasilan (PPh) final Pasal 23/26 untuk masa pajak Januari sampai Desember 2014.

Kurang bayar PPh final ini terkait pengalihan participating  interest Hess Oil & Gas Holding di SIPL kepada Saka Energi Indonesia (SEI), dan pengalihan piutang. Adapun saat ini, SEI memegang lebih dari 99% saham SIPL. Sedangkan 99% saham SEI dipegang PGN.

SIPL keberatan dengan SKP tersebut, lalu mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, dan menang mutlak. Kurang bayar pajak menjadi nihil. Putusan Pengadilan Pajak tersebut keluar pada November 2018, sekitar tiga tahun setelah terbitnya SKP pada November 2015.

Halaman: