Saham PT Bank Central Asia Tbk (BCA) sempat beberapa kali memecahkan rekor tertingginya sepanjang masa sejak Juli tahun ini. Puncaknya, pada 5 November 2019 lalu, saham bank swasta terbesar di Indonesia ini menyentuh level tertingginya di harga Rp 31.800 per saham.
Harga yang terus melambung tersebut tentu membuat investor ritel perlu mengeluarkan dana lebih untuk membeli saham BCA. Sehingga salah satu opsi untuk membuat sahamnya tetap likuid yaitu dengan memecah nominal saham alias stock split seperti yang dilakukan oleh PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Namun, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menegaskan bahwa hingga kini belum ada pembicaraan terkait stock split saham. "Kami belum ada pembicaraan stock split. Tidak ada pembicaraan," katanya menegaskan ketika ditemui di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (28/11).
(Baca: OJK Dorong Bank Besar Beli Banyak Bank Kecil, BCA Pilih Cara Lain)
Jahja berharap, investor yang membeli saham BCA bukan merupakan investor jangka pendek. Dia ingin, investor yang membeli saham BCA belajar untuk melakukan investasi jangka panjang.
"Kami bersyukur (harga saham memecahkan rekor). Kami harapkan investor bukan investor yang jual-beli saham. Jadi, mereka seyogyanya beli saham untuk investasi jangka panjang," kata Jahja.
Saham BCA pertama kali tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 31 Mei 2000. Saat pertama dicatatkan, harga saham BCA hanya Rp 1.400 per lembarnya. Artinya, harga saham BCA naik hingga 2.171% saat memecahkan rekor tertingginya sepanjang masa di level Rp 31.800 per lembar.
(Baca: Transformasi ke Digital, BCA Bakal Suntik Modal Bank Royal Rp 700 M)
Adapun, berdasarkan data RTI Infokom, per 31 Oktober 2019, pemegang saham mayoritas BCA yaitu PT Dwimuria Investama Andalan yang menguasai porsi saham sebesar 54,94%. Sedangkan sisanya 45,06% dipegang oleh publik.
Seperti diketahui, sebelumnya Unilever telah memutuskan untuk memencah nilai nominal sahamnya dengan rasio 1:5 mulai tahun depan. Perusahaan pun sudah mendapatkan restu dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Rabu (20/11) lalu.
Direktur sekaligus Sekertaris Perusahaan Unilever, Sancoyo Antarikso membeberkan alasan dari pemecahan nominal harga saham dari Rp 10 per saham menjadi Rp 2 per saham tersebut untuk menjadikan harga saham perusahaan lebih terjangkau oleh investor retail. "Sehingga, mampu mendorong pertumbuhan pasar modal," ujarnya.
(Baca: Harga Saham BCA Sentuh Level Tertinggi Sepanjang Masa Rp 31.600)