Emiten pertambangan, PT ABM Investama Tbk (ABBM) memastikan tak ada pemangkasan produksi batu bara, meski harga batu bara tengah tertekan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menetapkan, Harga Batu Bara Acuan (HBA) pada Oktober 2019 sebesar US$ 64,8 per ton, merosot 1,36% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 65,7%.
Direktur Keuangan ABM Investama Adrian Erlangga menyebut anjloknya harga batu bara tidak menganggu kinerja perusahaan sejalan dengan kontrol ketat yang telah dilakukan terhadap keuangan perusahaan guna meminimalisir kerugian.
"ABM punya money value chain, kami yang kontrol untuk memastikan tidak rugi," kata Adrian kepada katadata.co.id, Selasa (8/10).
Adapun perusahan menargetkan produksi batu bara tahun ini mencapai 12 juta ton. Dari total produksi tersebut, 25% dialokasikan ke pasar domestik, sedangkan 75% lainnya diekspor ke pasar Asia, seperti Tiongkok dan India.
(Baca: Permintaan Turun, Harga Batu Bara Oktober Anjlok ke US$ 64,8 per Ton)
Sedangkan hingga September 2019, produksi batu bara perseroan telah mencapai sembilan juta ton atau sekitar 75% dari target. ABM memproduksi batu bara kalori rendah, 3.400 dan 4.200 kilokalori (kcal) per kilogram.
Wilayah tambang milik ABM saat ini berlokasi di Aceh melalui PT Mifa Bersaudara dan di Kalimantan Selatan melalui PT Tunas Inti Abadi.
Jatuhnya Harga Batu Bara
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan merosotnya harga batu bara berpotensi menjadikan produsen batu bara kalori rendah menahan produksi. Ini menjaga agar kinerja keuangan perusahaan bisa tetap stabil.
"Saya kira perusahaan kalori rendah sudah jual rugi. Tapi kami belum bisa memprediksi berapa banyak perusahaan yang menahan produksi," kata Hendra saat ditemui di Gedung BEI, Selasa (8/10).
(Baca: Tren Kenaikan Harga Batu Bara, Saham-saham Perusahaan Ini Meroket)
Ia menjelaskan, turunnya harga batu bara saat ini disebabkan suplai yang berlebihan sedangkan permintaan cenderung tidak meningkat karena perlambatan ekonomi global.
Selain itu, perang dagang juga menimbulkan sentimen negatif terdahap komoditas ini, karena Tiongkok membatasi impor batu bara. Di sisi lain, Korea juga mulai meningkatkan penggunaan sumber energi lainnya yang berasal dari nuklir dan gas alam cair (LNG).
Harga batu bara sejak awal tahun terus mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi secara beruntun sejak September 2018, seperti yang terlihat dalam databoks berikut ini.