Ginting Jaya Energi (GJE) melaksanakan penawaran umum perdana saham alias initial public offering (IPO) dengan melepas 750 juta saham atau setara 30,29% dari modal disetor. Perusahaan ini bergerak di bidang perawatan sumur minyak dan gas.
GJE memperkirakan dapat meraup dana segar dari aksi korporasi tersebut sebesa Rp 281,2 miliar hingga Rp 337,5 miliar. Dana tersebut didapat dari harga penawaran kepada investor di rentang Rp 375-450 per saham. Nantinya, mayoritas dana yang diraup melalui IPO ini digunakan untuk pengembangan usaha perseroan.
"Untuk menangkap momentum di depan, terutama meningkatnya peranan perusahaan lokal untuk industri minyak dan gas, maka kami membutuhkan dukungan investasi untuk dapat melakukan ekspansi selama lima tahun ke depan," kata Direktur Utama GJE Jimmy Hidayat dalam due dilligance di Jakarta, Rabu (2/10).
Dari total dana yang diraup melalui IPO, sebanyak 61% digunakan untuk menambah tujuh unit rig untuk pekerjaan workover and well services. Dari total yang dianggarkan untuk membeli rig, sebesar 48,57% untuk membeli empat unit rig bekas dengan spesifikasi dua unit 350 horse power (HP) dan dua unit 450 HP. Rencananya, keempat rig bekas ini akan datang pada akhir 2019.
Sisa dana yang dianggarkan untuk membeli rig bakal dipakai untuk menyetorkan uang muka dan melunasi pembelian tiga unit rig baru yang diimpor dari Tiongkok. Spesifikasi rig baru yang akan dibeli yakni sebanyak dua unit 350 HP dan satu unit dengan 450 HP.
Adapun, rata-rata harga per unit rig baru berkisar US$ 3 - 5 juta. Untuk melakukan pembelian rig baru dibutuhkan waktu antara enam bulan hingga 12 bulan hingga rig siap dipakai oleh perusahaan. Sehingga tiga rig baru yang rencanannya dibeli dengan uang IPO ini, bakal siap dipakai pada akhir 2020 mendatang.
(Baca: Sudah 37 Perusahaan IPO Tahun Ini, Raih Dana Publik Rp 11 Triliun)
Perseroan memang perlu menambah rig agar dapat mengembangkan bisnis perseroan. Sebab, sembilan rig yang dimiliki dan dioperasikan perseroan telah dipakai seluruhnya di proyek minyak dan gas Pertamina, seperti di Blok Pendopo dan Blok Adera. Rig yang yang dioperasikan perusahaan saat ini memiliki kapasitas antara 250 HP hingga 550 HP.
"Rig saat ini semuanya sudah beroperasi, jadi kami tidak bisa lagi ikut tender untuk kontrak baru," kata Jimmy.
Lebih lanjut, Jimmy mengatakan sebesar 16,1% dana IPO bakal digunakan perseroan untuk melakukan pembelian aset tetap berupa tanah di Sumatera Selatan. Pembelian ini disebut Jimmy mampu mendukung operasional perseroan.
Perseroan juga berencana untuk menggunakan dana dari IPO ini untuk melakukan pelunasan sebagian utang leasing dari pihak ketiga. Besaran utang yang harus dilunasi sebesar 10% dari dana yang diraup melalui IPO. Beberapa utang jatuh tempo pada September 2019 hingga Februari 2021 mendatang.
Jimmy pun menambahkan, sebanyak 12,9% dari total dana yang diraup oleh perusahaan dari IPO ini akan digunakan untuk menambah modal kerja. Lebih rinci, 80% dari jatah modal kerja akan digunakan untuk modal kerja operasional. Sementara 20% digunakan untuk pembelian persediaan.
(Baca: BEI Sudah Coret Empat Emiten dari Bursa sejak Awal Tahun Ini)
Saat ini, GJE melaksakan penawaran awal hingga 14 Oktober 2019 mendatang. Lalu, masa penawaran umum dijadwalkan dilakukan pada 28-31 Oktober 2019. Nantinya, GJE akan melakukan pencatatan perdana di Bursa Efek Indonesia pada 6 November 2019 mendatang.
GJE melakukan IPO dengan menggandeng PT MNC Sekuritas yang bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek perusahaan. Perusahaan menggunakan buku laporan keuangan April 2019 untuk aksi korporasi ini.
Per April 2019, perusahaan mampu meraup pendapatan usaha senilai Rp 58,11 miliar. Raihan pendapatan ini, tercatat tumbuh 26,6% dibandingkan dengan pendapatan usaha perseroan di periode yang sama tahun lalu. Hal ini membuat laba perusahaan mampu tubuh 23,4% menjadi Rp 9,62 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp 7,79 miliar.
Hingga akhir tahun ini, perseroan menargetkan mampu mengantongi pendapatan senilai Rp 185 miliar atau ditargetkan tumbuh 10% dibandingkan dengan pendapatan perseroan tahun lalu yang senilai Rp 168 miliar. Sedangkan laba perusahaan hingga akhir tahun ini ditargetkan mencapai Rp 51 miliar, tumbuh hampir 89% dibandingkan 2018 yang labanya hanya Rp 26,9 miliar.
(Baca: Harga Sahamnya Meroket, John Riady: Tidak Ada Rencana Jual Matahari)