Soal Putusan Lapkeu 2018 Garuda, BEI Buka Opsi Minta Penyajian Ulang

Arief Kamaludin|KATADATA
BEI siap mengambil sikap tentang laporan keuangan Garuda Indonesia 2018.
21/5/2019, 13.31 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) segera mengeluarkan keputusan terkait laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia (GIAA). Dua komisaris perusahaan memprotes laporan keuangan tersebut lantaran memasukkan pendapatan yang belum diterimanya.

Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menjelaskan, otoritas bursa telah bertemu dengan pihak-pihak terkait seperti manajemen Garuda Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk mengumpulkan informasi dan pendapat.

Saat ini, BEI menunggu surat pernyataan resmi dari IAI. "Cuma memang sekiranya belum, kami sudah punya stand poin dalam waktu dekat," kata dia di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (21/5). Sebab, pihaknya sudah bisa menyimpulkan pendapat IAI dari pertemuan yang telah digelar..

(Baca: Empat Kondisi Garuda Masukkan Piutang dari Mahata ke Pendapatan 2018)

Inarno belum mau membeberkan arah keputusan BEI. Namun, ia membuka peluang untuk meminta manajemen maskapai penerbangan pelat merah tersebut menyajikan kembali laporan keuangan 2018 (restatement). "Bisa saja terjadi kalau kami melihat ada keanehan atau apa," kata dia.

Sebelumnya, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan bahwa BEI tengah mendalami transaksi antara anak usaha Garuda, PT Citilink Indonesia, dengan PT Mahata Aero Teknologi yang berdurasi 15 tahun. Hal itu berhubungan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23. PSAK ini diterbikan oleh IAI.

"Nah, PSAK 23 kan tidak berdiri sendiri. Kami akan diskusi dengan PSAK yang lain, apakah terkait dengan PSAK 1, terkait dengan framework-nya," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (10/5).

Menurut dia, yang terpenting adalah bagaimana penguatan dari sisi standar pencatatan transaksi dalam laporan keuangan ke depannya. "Karena kan rujukannya standar. Yang paling penting adalah intensi manajemen pada saat proses pengakuan dari transaksi ini," kata dia.

(Baca: Alasan Garuda Gandeng Mahata, Jaringan Global Hingga Ongkos Investasi)

Di sisi lain, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI mengatakan akan mengundang Dewan Standar Akuntansi Keuangan untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Dewan ini merupakan bagian dari badan kehormatan IAI.

Dewan Standar Akuntansi akan melakukan sidang untuk melihat secara detail kontrak dan transaksi dari kedua perusahaan tersebut. Setelah rapat Dewan Standar Akutansi selesai, baru mereka akan bertemu dengan Dewan Pimpinan Nasional IAI. "Tidak mungkin kalau Dewan Standar Akutansi hanya mendapat informasi dari koran," kata dia, Senin (20/5).

Kisruh ini bermula ketika dua komisaris Garuda Indonesia, yaitu Chairal Tanjung dan Dony Oskaria -- per 24 April 2019, Dony sudah tidak menjabat sebagai Komisaris Garuda -- menyoroti pencatatan akuntansi laporan keuangan perusahaan tahun 2018.

Keduanya menolak menandatangani laporan itu karena menurut mereka kerja sama dengan Mahata sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui sebagai pendapatan. Akibat diakuinya transaksi tersebut sebagai pendapatan, Garuda mampu membukukan laba bersih sekitar US$ 809 ribu atau sekitar Rp 11,5 miliar.

Garuda Indonesia dan Mahata menjalin kerja sama untuk penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan berupa Wi-Fi, pengelolaan In-Flight Entertaiment, dan manajamen konten. Grup Garuda telah menikmati layanan wifi ini di satu unit pesawat Citilink, sejak Desember 2018.