Investor Jual Bersih Saham Rp 142 Miliar, IHSG Turun 0,27%

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Penulis: Happy Fajrian
23/1/2019, 19.58 WIB

Sempat naik ke zona hijau pada akhir sesi I perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya menyerah dengan koreksi 0,27% ke posisi 6.451,17 pada akhir perdagangan hari ini, Rabu (23/1). Untuk pertama kalinya di tahun ini, investor asing melakukan penjualan saham bersih di pasar saham.

Transaksi saham hari ini mencapai Rp 10,27 triliun, dengan volume perdagangan saham mencapai 13,39 miliar saham yang ditransaksikan sebanyak 502.938 kali. Sebanyak 229 saham berkinerja positif, 185 saham terkoreksi, dan 134 saham stagnan. Investor asing melakukan jual bersih Rp 142,36 miliar.

Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi saham yang paling banyak dijual investor asing hari ini. Total penjualan bersih investor asing pada saham BMRI mencapai Rp 212 miliar. Beberapa saham lainnya yang dilego investor asing antara lain PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 89,4 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) Rp 52,7 miliar.

(Baca: Sempat Tertekan, IHSG Berbalik Positif Pada Akhir Sesi I)

Ketiga saham yang paling banyak dilego investor asing tersebut juga termasuk dalam kelompok saham yang berkontribusi besar menarik turun kinerja IHSG. BMRI turun 275 poin atau 3,55%, BBNI turun 200 poin (2,16%), TLKM turun 80 poin (2%).

Selain itu beberapa saham lainnya yang turut menarik turun IHSG yaitu PT CHaroen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) yang turun 200 poin (2,41%), PT BAnk Central Asia Tbk (BBCA) turun 500 poin (1,79%), serta PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang turun 100 poin (0,76%).

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham Asia lainnya yang mayoritas berakhir di zona merah. Indeks Strait Times turun 0,68%, Nikkei turun 0,14%, PSEi turun 0,24%, dan KLCI turun 0,82%. Indeks Shanghai dan Hang Seng naik tipis, masing-masing 0,05% dan 0,01%. Hanya Kospi yang naik cukup tinggi 0,47%.

Sentimen global menjadi faktor utama turunnya kinerja IHSG dan bursa Asia. Sementara itu dari dalam negeri, tidak ada sentimen positif yang dapat menggerakkan bursa ke arah positif.

Beberapa sentimen global tersebut di antaranya seputar potensi perlambatan perekonomian global yang semakin di depan mata. International Monetary Fund (IMF) merevisi kebawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini dan tahun depan.

(Baca: Perlambatan Ekonomi Global di Depan Mata, IHSG dan Bursa Asia Tertekan)

Jepang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda resesi dengan pertumbuhan ekonomi negatif 0,6% pada triwulan III 2018, dan turunnya inflasi pada Desember 2018 menjadi 0,3% dari 0,8% pada November. Jepang juga mencatatkan defisit neraca perdagangan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir yaitu sebesar 1,2 triliun yen.

Investor menaruh harapan besar pada pertemuan antara AS dan Tiongkok pekan depan di Washington DC, AS, untuk melanjutkan proses negosiasi untuk mencari solusi atas perang tarif yang terjadi diantara dua negara perekonomian terbesar di dunia tersebut.

Akhir bulan ini bank sentral AS juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya. Berdasarkan sinyal yang diberikan oleh gubernur The Fed Jerome Powell yang menyatakan The Fed akan lebih menahan diri dalam kebijakan suku bunganya. Investor pun diperkirakan telah memperhitungkan (price in) kebijakan suku bunga AS tersebut.

(Baca: Rangkul Pasar Ban Indonesia, Michelin Akuisisi 80% Saham Multistrada