Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah terkoreksi dalam empat hari terakhir. Pada penutupan perdagangan Selasa (4/9) indeks turun 62,27 poin atau 1,04% ke level 5.905. Hal ini seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menembus Rp 14.927.
“Pelemahan IHSG diakibatkan oleh nilai tukar rupiah yang kembali melemah,” ujar Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper melalui rilisnya terkait penutupan perdagangan pasar saham Selasa (4/9).
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan melemahnya IHSG tidak lepas faktor krusial baik dari internal maupun eksternal. Faktor internal yang memengaruhi indeks dan juga menjadi penyebab rupiah melemah seperti pelebaran defisit neraca berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang per triwulan kedua tahun ini, ada di posisi US$ 8 miliar atau sama dengan 3% terhadap PDB.
Faktor eksternal yang menyebabkan pelemahan ini antara lain, berlanjutnya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok yang masih terjadi. Akhir pekan lalu, Presiden Amerika Donald Trump menyatakan akan mengenakan tarif impor tambahan sebesar US$ 200 miliar terhadap produk Tiongkok. Perang dagang lanjutan tersebut akan dimulai pekan ini.
“Juga terkait faktor banyak perang dagang lainnya seperti negosiasi yang buntu antara Amerika Serikat dengan Kanada,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, Selasa (4/9). (Baca: Perang Dagang hingga Krisis Argentina Menekan Rupiah Mendekati 14.900)
Meski begitu, Nafan menilai terkoreksinya IHSG masih dalam taraf yang wajar, karena masih belum terlalu besar. Secara total, pelemahan IHSG dalam empat hari terakhir ini sebesar 159,83 poin atau 2,66%. “Saya rasa masih dalam kategori wajar, tidak mengalami pelemahan signifikan,” katanya.
Kedua analis ini berbeda pendapat soal pengaruh Indonesia 10 Year Bond Yield. Dennies menilai, senitmen negatif yang membuat IHSG melemah juga dikarenakan yield Indonesia Bond di level 8,3%. Sedangkan, Nafan menilai yield tersebut dalam keadaan tren naik, sehingga arus modal masih akan terus mengalir ke obligasi Indonesia.
Namun, keduanya sama-sama menilai kondisi pasar saham pada Rabu (5/9), masih akan berada di zona merah. Nafan menilai berbagai sentimen, baik dari internal maupun eksternal yang belum mendukung penguatan indeks, seperti rupiah yang masih dalam tren melemah.
Pasar masih menantikan pernyataan pemerintah memberikan optimisme yang mampu menggairahkan pasar modal. “Kami juga menantikan akumulasi beli. Jika pelemahan indeks terus terjadi, maka akan ada waktunya indeks sudah menunjukan jenuh jual,” kata Nafan.
(Baca: Menanti Reaksi Obat Penguat Rupiah Racikan Pemerintah)
Pelemahan IHSG didorong saham-saham emiten Badan Usaha Milik Negara juga banyak berguguran pada perdagangan kemarin. Saham PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) turun 160 poin (-4,47%) ke level Rp 3.420, Bank BRI turun 220 poin (-6,61%) menjadi Rp 3.110, dan Bank Mandiri turun 425 poin (-6,07%) menjadi Rp 6.575. Sementara saham PT Bukit Asam turun 140 poin (3,38%) menjadi Rp 4.000 dan Perusahaan Gas Negara (PGN) turun 60 poin (2,91%) ke level Rp 2.000.
Nafan mengatakan minimnya sentimen positif menyebabkan pergerakan saham-saham BUMN berada di zona negatif. Prediksinya, saham-saham pelat merah masih akan terkoreksi pada perdagangan hari ini. “Kami akui sentimen eksternal turut menekan,” katanya.
Secara teknikal, Nafan memperkirakan ada dua saham BUMN yang akan berada di zona hijau hari ini, yaitu Bank BTN dan Bank BNI. Pada perdagagan kemarin, BTN terkoreksi 100 poin (-3,64%) menjadi di level Rp 2.650 dan BNI terkoreksi 350 (-4,46%) ke level Rp 7.500.