Direktur Utama PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS Food) Joko Mogoginta menyatakan tidak ada pergantian direksi perseroan setelah Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) hari Jumat (27/7) lalu berakhir buntu alias deadlock. Menurutnya, operasional perusahaan tetap berjalan seperti biasa dengan susunan direksi yang sama.

Dalam RUPST pekan lalu, Joko memutuskan walkout, sehingga rapat dinyatakan buntu. Joko mengatakan hasil RUPST terkesan sepihak dan belum sah. Dia beralasan para Direksi tidak diberi kesempatan untuk memberi hak pembelaan diri, terkait penolakan laporan keuangan dan penggantian direksi dari sebagian pemegang saham.

"Oleh sebab itu, saya tegaskan bahwa tidak ada pergantian Direksi yang terjadi," kata Joko dalam keterangan resmi yang diterima katadata.co.id, Senin (30/7). (Baca: Kisruh TPS Food: Laporan Keuangan Ditolak, Presdir Cabut dari RUPS)

Dia memastikan direksi tetap akan produktif dengan susunan yang lama. Bahkan Joko menambahkan dalam waktu dekat ini perseroan akan mendatangkan investor baru. Saat ini pihaknya sedang menyerahkan poin keputusan agenda RUPST kepada Otoritas Jasa keuangan.

Joko juga menuding salah satu pemegang saham, yakni KKR & Co telah menekan Komisaris Utama TPS Food Anton Apriyantono untuk menolak laporan keuangan tahun 2017. Dia mengatakan hal tersebut terjadi sebelum RUPST dilakukan. Padahal, komisaris telah mengesahkan laporan tersebut. 

"Itu langsung disampaikan pak Anton," kata dia. 

(Baca: Peringkat Turun, Tiga Pilar Terancam Gagal Bayar Obligasi Rp 600 M)

Joko mengatakan salah seorang Komisaris yakni Jaka Prasetya telah menekan Anton untuk mencabut tanda tangan pengesahan laporan keuangan 2017. Ditolaknya laporan keuangan ini akan berefek pada pergantian jajaran direksi. "Ini menjadi skenario yang sangat-sangat jelas jahat dan busuk," kata Joko merujuk kepada Jaka sebagai perwakilan KKR & Co. Inc.

Meski demikian Jaka menampik adanya upaya hostile takeover yang dilakukan perusahaannya. Dia beralasan, KKR & Co tidak pernah membeli saham untuk menambah kepemilikan di TPF Food. "Kalau hostile takeover itu kan tambah, tambah, tambah saham," kata Jaka.

Joko pun mengajak pengamat hukum korporasi Brain Sihotang mengomentari kasusnya. Brain mengatakan berdasarkan Pasal 105 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, direksi dapat diberhentikan dalam RUPS dengan menyebutkan alasan yang jelas.

"Keputusan pemberhentian sebagaimana Ayat 1 (UU 40/2007) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri dalam RUPS," kata Brain.

(Baca: Tiga Pilar Berencana Lepas Anak Usaha di Sektor Beras)