Evergreen Tunda Jual Saham Baru untuk Selamatkan Bumiputera

Arief Kamaludin|KATADATA
2/12/2016, 13.35 WIB

Skenario penyelamatan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera masih terganjal. Penyebabnya, PT Evergreen Invesco Tbk (GREN) kemungkinan besar akan menunda rencana penerbitan saham baru (rights issue) pada Desember ini menjadi tahun depan. Padahal, dana yang diperoleh dari aksi korporasi itu akan dipakai untuk menutup defisit keuangan asuransi tersebut.

Pengelola Statuter AJB Bumiputera bidang Sumber Daya Manusia (SDM), Umum, dan Komunikasi, Adhi Masardi menyatakan, pihaknya mempertimbangkan tekanan di pasar keuangan global pasca terpilihnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Hal ini menekan bursa saham dan bisa mempengaruhi target rights issue Evergreen.

“Situasi terkini di dalam negeri juga berpengaruh besar," katanya kepada Katadata, Kamis (1/12). Adhi memperkirakan, tekanan tersebut diperkirakan akan mereda tahun depan. Alhasil, aksi korporasi Evergreen juga ditunda hingga 2017. "Setelah semua tenang baru kami bisa rights issue. Kami coba di postpone, kami lihat 3-4 hari ke depan."

Meski begitu, belum ada perubahan target perolehan dana dari rights issue tersebut. Dalam prospektus Evergreen nilai maksimalnya sebesar Rp 30 triliun. “(Nilainya) tetap,” ucap Adhi. Dana hasil hajatan itu di antaranya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana jangka panjang Bumiputera yang sekitar Rp 20 triliun.

(Baca juga: Pertaruhan “Akrobat” Penyelamatan Bumiputera)

Berdasarkan data keuangan yang diperoleh Katadata, memang ada selisih yang besar antara aset dengan kewajiban yang harus ditanggung Bumiputera. Aset yang dimiliki Bumiputera hanya Rp 10,28 triliun, sedangkan kewajiban yang harus ditanggung mencapai tiga kali lipatnya yaitu sebesar Rp 29,94 triliun. Alhasil, ada defisit Rp 20 triliun yang harus ditambal.

Upaya menambal bolong itu melalui rights issue , setelah Evergreen melalui anak usahanya, PT Pacific Multi Indutri (PMI), membeli anak usaha AJBB, yaitu PT Bumiputera 1912 (B1912), pada 23 Oktober lalu. B1912 membawahi dua anak usaha, yaitu PT Bumiputera Investama Indonesia (BII) dan PT Bumiputera Properti Indonesia (BPI). Selain itu, ada juga cucu usaha yaitu PT Bumiputera Life Insurance (BLI) yang berada di bawah BII.

Melalui transaksi tersebut terjadilah tukar guling kewajiban dengan aset. Evergreen akan membayar kewajiban AJBB melalui dana hasil rights issue, sedangkan aset AJBB turun ke anak-anak usaha B1912 yang sudah diakuisisi Evergreen. (Baca juga: Sri Mulyani Pantau Langkah OJK Selamatkan Bumiputera)

Belakangan, rencana rights issue tersebut mulai menuai kritik dari sejumlah pihak. Pengamat pasar modal dari Universitas Trisakti Yanuar Rizky menilai semestinya penyehatan Bumiputera dilakukan dengan menawarkan terlebih dulu ke pemegang polis yang adalah pemilik Bumiputera. Bila tidak ada pemegang polis yang mau menambal kekurangan tersebut, baru dilakukan demutualisasi, baik melalui pasar modal ataupun akuisisi.

“Seharusnya ada bidding process kalau pemegang polis tidak mau, bukan cuma Evergreen yang mau. Ini sensitif, jangan sampai ada kesan seseorang datang ke OJK tawarkan skema (right sissue) ini lalu setuju,” kata Yanuar dalam acara Diskusi Panel mengenai AJB Bumiputera di Kamar Dagang Syarikat Islam, Jakarta, Kamis (1/12).

(Baca juga: Langkah OJK Ambil Alih Bumiputera Dinilai Salahi Aturan)

Ia mengakui rights issue sebagai skema jangka pendek yang bisa ditempuh. Namun, ada risiko hukum dari rencana tersebut. Sebab, yang bertindak sebagai pembeli siaga (standby buyer) saham baru Evergreen adalah perusahaan berbentuk mutual yaitu AJB Bumiputera.

Padahal, kepemilikan usaha mutual belum jelas lantaran belum ada payung hukum khusus untuk bentuk usaha tersebut. Alhasil, pengendalinya juga jadi tidak jelas.

Sedangkan Tim Advokasi AJB Bumiputera Jaka Irwanta mengaku pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait payung hukum usaha mutual. Gugatan tersebut berhasil pada 2014, dan diusulkan agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Sayangnya, hingga saat ini beleid tersebut masih diproses di Kementerian Keuangan.

Akibat belum adanya payung hukum khusus, menurut Jaka, tidak ada standar yang jelas mengenai tingkat kesehatan AJB Bumiputera. Sebab, sistem bisnis perusahaan mutual berbeda dengan perseroan terbatas (PT), sehingga tidak bisa menggunakan Undang-Undang Perasuransian untuk menentukan tingkat kesehatannya.

(Baca juga: "Penyelamatan" Bumiputera Terganjal Dokumen Rights Issue Evergreen)

Tak jauh beda dengan Yanuar, mantan Direktur Utama AJB Bumiputera Cholil Hasan mengatakan, tidak adanya aturan soal perusahaan mutual membuat demutualisasi melalui pasar modal menjadi tidak valid. Selain itu, Cholil mempertanyakan kemampuan Bumiputera menjadi standby buyer mengingat kondisi keuangannya tengah cekak.

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, bila perusahaan itu bisa melengkapi dokumen dengan menggunakan laporan keuangan terkini, semestinya aksi korporasi itu bisa dilakukan akhir tahun ini. Namun, sejauh ini, Evergreen masih mengubah-ubah rencana right issue sehingga OJK belum menerima dokumen lengkap.

“Masih dalam proses dan masih ada perubahan-peruabahan yang disampaikan oleh emiten, sehingga kami belum melihat finalnya seperti apa. Kemungkinan ada perubahan nilainya,” kata Nurhaida.