Indeks harga saham gabungan (IHSG) tengah menjalani reli positif selama enam hari berturut-turut perdagangan. Tercatat, pasca lebaran atau sejak 26 Mei hingga 3 Juni 2020, IHSG meroket 8,69% di level 4.941,00.
Kenaikan secara berturut-turut ini terjadi di tengah masih banyaknya sentimen negatif, baik dari dalam maupun secara global, yang mempengaruhi pasar modal. Contohnya, masih tingginya angka pasien terpapar virus corona atau Covid-19 di Indonesia, di mana hingga Rabu (3/6) tercatat ada 28.233 orang positif Covid-19.
Sementara dari global, kembali memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok, bisa berpengaruh pada pasar modal. Terbaru, Tiongkok meminta perusahaan milik negara untuk menghentikan pembelian kedelai dan babi dari AS.
Kebijakan ini merupakan balasan atas langkah Presiden AS Donald J. Trump yang memulai proses penghapusan status khusus Hong Kong. Selain itu, Trump juga melarang mahasiswa dan peneliti dari Tiongkok masuk ke AS.
Meski begitu, IHSG dalam beberapa hari terakhir tetap bisa ditutup naik dengan nilai transaksi yang besar, serta aktifnya investor asing mencatatkan net buy.
(Baca: Transaksi di Bursa Saham Capai Rp 12,8 Triliun, IHSG Ditutup Naik 1,9%)
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengakui jika di atas kertas, memang sentimen negatif masih membayangi. Namun, indeks masih bisa ditopang oleh ekspektasi dan harapan investor terhadap perekonomian Indonesia di masa pandemi Covid-19.
Seperti diketahui, pemerintah tengah mengkaji pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan skema tatanan hidup baru atau New Normal, diharapkan denyut nadi ekonomi Indonesia bisa kembali berjalan.
Meski begitu, dia menilai tren kenaikan ini tidak akan lama karena angka positif corona di Indonesia masih tinggi dan adanya ancaman penularan Covid-19 gelombang kedua setelah adanya pelonggaran PSBB.
Memang, ekonomi dan kesehatan bisa saja berjalan beriringan di tengah pandemi dengan kedisiplinan masyarakat. Namun, Nico tidak melihat itu bisa terwujud dalam waktu dekat.
"Ada ekspektasi PSBB dilonggarkan sehingga ekonomi menggeliat, ini poin positif. Tapi kurva (positif corona) kita masih tinggi dan banyak yang bilang ada gelombang kedua," kata Nico.
(Baca: IHSG Sesi I Naik 0,97%, Saham Bank Ditransaksikan dengan Nilai Jumbo)
Ia khawatir, ekspektasi pelaku pasar yang berlebihan ini, tidak diiringi oleh fundamental yang kuat, sehingga kenaikan ini hanya sementara. Penguatan akan terkonfirmasi 100% kalau ternyata kesadaran masyarakat akan kesehatan tinggi, kurva melandai walau PSBB dilonggarkan, apalagi jika dalam waktu dekat ada vaksin Covid-19.
Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama juga menilai bahwa pelaku pasar mengapresiasi rencana beberapa negara untuk membuka kembali ekonomi secara bertahap. Pembukaan ekonomi ini baik di dalam negeri maupun di negara-negara secara global.
"Skenario kondisi normal yang baru juga memberikan dampak psikologis positif bagi para pelaku pasar menjadi lebih optimistis," kata Nafan.
Pendapat senada diutarakan Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee. Menurutnya, laju positif IHSG sejak pekan lalu semata didorong sentimen pelongaran pembatasan sosial di berbagai negara dan belum ada tanda-tanda gelombang kedua Covid-19.
"Rencana New Normal di dalam negeri atau pelongaran PSBB akan menjadi sentiment positif bagi pasar saham Indonesia," kata Hans.
(Baca: IHSG Diramal Lanjutkan Reli Positifnya, Saham BUMN Direkomendasi)