Rumor dan Prospek di Balik Lonjakan Harga Saham Bank Jago Hampir 300%

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Ilustrasi, pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Bank Jago Tbk mengungkapkan, pergerakan harga saham perusahaan murni disebabkan mekanisme pasar.
Penulis: Agung Jatmiko
7/7/2020, 21.22 WIB

Harga saham PT Bank Jago Tbk melonjak hampir tiga kali lipat hanya dalam kurun sebulan terakhir. Lonjakan ini dibumbui berbagai rumor prospek usaha dan aksi korporasi bank yang baru saja bersalin nama dan ganti kepemilikan tersebut. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) pun meminta manajemen Bank Jago menjelaskan ke publik mengenai latar belakang lonjakan harga sahamnya.

Pada penutupan perdagangan di BEI, Jumat pekan lalu (3/7), harga saham Bank Jago mencapai Rp 2.900 per saham. Harga sahamnya meroket 100% sepanjang pekan lalu dari posisi Rp 1.425 per saham pada 29 Juni lalu.

Bahkan, jika dihitung dalam satu bulan terakhir ini, harga saham berkode ARTO ini sudah melompat tiga kali lipat alias hampir 300% dari posisi harga Rp 1.000 per saham pada 5 Juni 2020. Jika ditilik lebih jauh, harga saham bank ini sudah hampir sama dengan posisi sebelum aksi korporasi penerbitan saham baru (rights issue) digelar pada pengujung Maret lalu.

Lonjakan harga saham Bank Jago ini mendapat perhatian dari otoritas bursa sehingga memutuskan penghentian sementara perdagangan sahamnya (suspend) pada Senin lalu (6/7). Pada Selasa kemarin (7/7), saham Bank Jago kembali diperdagangkan dan sempat naik menyentuh level Rp 3.290 per saham.

(Baca: BCA, Artos dan Fenomena Bank Digital di Indonesia)

Manajemen Bank Jago menyatakan, pergerakan harga saham tersebut murni disebabkan mekanisme pasar, dan tidak ada campur tangan atau informasi yang menyebabkan transaksi efek melonjak.

Mengutip surat keterbukaan informasi di BEI, Selasa (7/7), manajemen Bank Jago mengatakan, tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.

"Sampai saat ini tidak terdapat Informasi, fakta bersifat material, yang belum diungkapkan kepada publik. Selain itu, perusahaan juga tidak mengetahui adanya aktivitas dari pemegang saham tertentu," ujar Corporate Secretary Bank Jago Tjit Siat Fun.

Bank Jago menyebut, seluruh penyampaian informasi terkait aksi korporasi ataupun perubahan efek telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.04/2015 Tentang Keterbukaan Informasi Atau Fakta Material Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.

(Baca: Usung Teknologi Digital, Bank Artos Berganti Nama Menjadi Bank Jago)

Perusahaan pun menyatakan, sudah memenuhi aturan regulator bursa efek, yang tertuang dalam Peraturan Nomor I-E: Kewajiban Penyampaian Informasi ketentuan butir point IV.1 hingga IV.2. Lampiran Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Kep-306/BEJ/07-2004 tanggal 19 Juli 2004.

Lebih lanjut, Bank Jago juga mengungkapkan, saat ini tidak memiliki rencana aksi korporasi, termasuk rencana yang yang akan berakibat terhadap pencatatan saham perusahaan di BEI. Untuk menjelaskan persoalan ini ke publik yang lebih luas, manajemen bank akan menggelar paparn publik insidentil pada Kamis besok (8/8).

Aksi Korporasi Pemilik Baru Bank Jago

Berbagai kabar di pasar memang beredar terkait lonjakan harga saham Bank Jago. Meski belum menunjukkan tanda-tanda positif dari kinerja fundamentalnya, investor melihat prospek dari bisnis bank ini setelah berganti nama dan merek, serta memindahkan kantor pusat ke Jakarta.

Setelah meraup dana dari hasil rights issue Rp 1,34 triliun, bank ini pun banting setir menjadi bank digital. Kepemilikannya berpindah tangan ke bankir senior yang juga mantan Direktur Utama PT Bank BTPN Tbk Jerry Ng dan pendiri Northstar Pacific Patrick Walujo.

Berdasarkan data keterbukaan informasi di BEI, mengacu data PT Ficomindo Buana Registrar per 3 dan 7 April 2020, tercatat ada lima pembeli saham baru Bank Jago di ata 5% saham selain dua pemegang saham lama: PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Wealth Track Technology WTT (Limited).

Pertama, Jetway Wealth Management Limited yang memiliki 7,59% saham. Perusahaan cangkang ini beralamat di Sertus Chamber Gorvernors Square Suites #5-204 Kepualauan Caymand.

Kedua, Lion Glory Pte Ltd yang beralamat di 80 Robinson Road #09-01, Singapura, sebesar 6,48%. Ketiga, Qilora Investments (Cayman) Ltd yang menguasai 5,11%. Keempat, Akta Asset Limited di Kepulauan Caymand sebanyak 5,06%. Kelima, Ephesus United Corp di Kepulauan Virgin sebesar 5% saham. Sedangkan porsi saham MEI menurun menjadi 58,31%.

Berdasarkan data Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) Singapura, mengutip Deal Street Asia dan Helios Capital Asia, nama Jerry Ng ini terkait dengan Dkatalis Private Limited, startup platform teknologi untuk jasa keuangan serta masuk dalam ekosistem Gojek.

Sesuai data pengajuan ACRA, seperti dikutip dari pemberitaan CNBC Indonesia, pemegang saham Dkatalis lain adalah perusahaan fintech Singapura yakni Neuroncredit, perusahaan investasi swasta Freemantle Capital, Jetway Wealth Management, dana investasi Prometheus Investing Limited, dan Aeroville United Inc.

Berdasarkan profil resmi Dkatalis di situs LinkedIn, DKatalis mengungkapkan kolaborasinya dengan Gojek melalui akses layanan keuangan digital secara komprehensif. Selain di Singapura, perusahaan ini memiliki basis operasional di Jakarta, Indonesia dan Pune, India.

Jika menilik laporan keuangan Bank Jago terakhir yaitu tahun buku 2019, perusahaan menderita rugi bersih Rp 121,97 miliar. Kerugiannya membengkak 424% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan bunga bersih anjlok 58% menjadi Rp 11,50 miliar.