Vaksinasi Dimulai, Saham Farmasi Anjlok Hampir 14% Akibat Kemahalan

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Karyawan berjalan di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
14/1/2021, 17.38 WIB

Program vaksinasi sudah bergulir sejak Rabu (13/1), Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19. Namun, sejak saat itu pula harga saham perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) turun nyaris 14%.

Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan program vaksinasi yang dilakukan pemerintah seharusnya menjadi sentimen positif untuk saham farmasi. Masalahnya, valuasi harga saham farmasi saat ini dinilai sudah tinggi, sehingga membuat pelaku pasar melakukan aksi ambil untung alias profit taking.

Bahkan, menurutnya, penurunan harga saham farmasi bisa berlangsung lama karena harga yang sudah tinggi. "Itu biasa kalau (harga) sudah tinggi, tinggal taking profit. Sebenarnya valuasinya sudah mahal, pasar overreaction saja karena berhubungan dengan vaksin," kata Sukarno kepada Katadata.co.id, Kamis (14/1).

Analis Penyelia Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menilai sentimen kedatangan dan distribusi vaksin Covid-19 sudah terukur sejak lama. Namun, harga tersebut belum mempertimbangkan adanya risiko dalam distribusi vaksin yang mungkin menghadapi kendala logistik.

"Atau risiko munculnya varian baru Covid-19 yang lebih gampang menyebar dan risiko dari overcapacity rumah sakit. Kalau mendekati koreksi panjang, bermain di saham defensif," kata Janson.

Salah satu indikator untuk melihat harga saham perusahaan sudah terlalu mahal atau murah, berdasarkan price to book value (PBV). Ini merupakan rasio valuasi untuk menilai mahal atau murahnya sebuah saham dengan membandingkan antara harga saham dengan nilai buku perusahaan.

Jika PBV berada di atas 1x, bisa diartikan saham tersebut tergolong mahal, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan data RTI Infokom, berikut ini PBV beberapa perusahaan farmasi:

Saham PT Kimia Farma Tbk (KAEF) pada perdagangan Kamis (14/1) ditutup turun hingga 6,92% menjadi Rp 6.050 per saham. Kemarin pun, saham ini anjlok 6,81%. Padahal, sejak adanya pandemi Covid-19 di Indonesia pada Maret 2020 hingga sebelum vaksinasi, harganya naik hampir 950%.

Begitu juga dengan saham PT Indofarma Tbk (INAF) yang hari ini turun 6,02% menjadi Rp 6.050 per saham. Kemarin, harganya mengalami penurunan 6,81%. Sama seperti KAEF, harga saham INAF sejak awal Maret 2020 sudah mengalami kenaikan hingga lebih dari 1.200%.

Saham farmasi lainnya, PT Phapros Tbk (PEHA) hari ini anjlok hingga 6,91% menjadi Rp 2.290 per saham. Kemarin saham ini mengalami penurunan hingga 6,82%. Saham ini juga menjadi salah satu yang mendatangkan cuan selama pandemi, karena sudah naik 203% sejak awal maret 2020.

Harga saham perusahaan farmasi swasta, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) hari ini mengalami kenaikan 1,92% menjadi Rp 1.595 per saham. Namun, dalam dua hari sebelumnya turun berturut-turut 4,55% dan 6,85%. Saham Kalbe Farma sejak adanya pandemi mengalami kenaikan, meski relatif terbatas hanya 40%.

Perusahaan farmasi PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) pada perdagangan hari ini harga sahamnya anjlok 6,88% menjadi Rp 1.285 per saham. Kemarin pun, harganya anjlok 6,76%. Sejak Maret tahun lalu pun, saham PYFA berhasil melonjak hingga 722%.

Lainnya, ada saham PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) yang harganya mengalami penurunan hingga 6,81% menjadi Rp 1.780 per saham. Kemarin pun saham ini turun 6,83%. Namun, sejak pandemi melanda Maret tahun lalu, saham Tempo Scan sudah mengalami kenaikan 68%.

Saham yang terkait dengan vaksinasi, yaitu perusahaan jarum suntik PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) hari ini anjlok 6,96% menjadi Rp 3.210 per saham. Kemarin pun, saham ini ditutup turun hingga 6,76%. Meski begitu, sejak Maret 2020, saham ini tercatat sudah mengalami kenaikan 511%.