Mengupas Naiknya Harga Saham Bank-Bank yang Berencana Go Digital

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
2/3/2021, 15.33 WIB

Beberapa bank bermodal kecil, antara Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun, menjadi incaran investor untuk ditransformasikan menjadi bank digital. Rencana transformasi tersebut, membuat harga saham bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, kompak naik signifikan.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menilai kenaikan harga saham bank-bank tersebut memang tidak mencerminkan kinerja fundamental bank. Dengan naiknya harga saham bank-bank kecil tersebut, membuat valuasinya terlalu tinggi, salah satunya bisa dilihat dari harga dibanding nilai buku (price to book value/PBV).

Suria mengatakan hal ini bisa terjadi karena valuasi bank digital tidak bisa hanya dinilai berdasarkan PBV. "Valuasi bukan berdasarkan PBV, tapi lebih kepada cara valuasi berbeda, seperti jumlah pengguna yang bisa menciptakan penjualan," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).

Selain itu, harga saham bank-bank ini bisa naik karena ada spekulasi akuisisi oleh perusahaan bermodal besar. Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar modal minimal bank pada 2023 mendatang bisa Rp 3 triliun. Modal tersebut, juga rencananya menjadi modal minimal untuk bank yang ingin bertransformasi menjadi digital.

"Nah, bank-bank kecil posisinya mungkin belum tentu sanggup untuk menambah permodalan. Tapi di sisi lain, dengan adanya bank digital, orang-orang berspekulasi kemungkinan diambil alih," kata Suria.

Analis Penyelia Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menilai transformasi menjadi bank digital memang menjadi keharusan bagi perbankan di dalam negeri. Dengan efisiensi melalui digital, biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO) bisa direduksi.

"Sehingga BOPO akan tertekan, efisiensi perbankan terjadi, dan tidak menutup kemungkinan suku bunga turun secara tidak langsung," kata Janson kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).

Transformasi digital juga semakin diperlukan karena adanya pandemi Covid-19 yang membuat orang meminimalisasi kontak dengan orang lain. Salah satu langkah untuk menjadi digital, dengan cara merger atau akuisisi oleh pemodal besar.

"Ditambah lagi, dengan adanya pemodal besar, berakibat modal inti bank menjadi tambah besar. Pemodal besar ini melirik unbankable market yang belum tersentuh (layanan bank)," kata Janson.

Bank Jago

Tren kenaikan harga saham bank kecil yang berencana menjadi bank digital, diawali dari PT Bank Jago Tbk (ARTO), yang per September modal intinya Rp 1,18 triliun. Sejak awal tahun ini hingga penutupan perdagangan 1 Maret 2021, saham Bank Jago sudah bergerak naik 178,55% menjadi Rp 10.000 per saham

Harga saham Bank Jago sebenarnya sudah mengalami kenaikan sejak adanya kepastian diakuisisi oleh bankir senior Jerry Ng dan pebisnis Patrick Walujo pada 22 Agustus 2019. Sejak saat itu, saham ini sudah menguat hingga 7.907%.

Kenaikan harga saham Bank Jago secara signifikan ini juga terjadi setelah startup berstatus decacorn, Gojek, menjadi salah satu investor. Sejak diumumkan pada 18 Desember 2020, saham Bank Jago tercatat menguat 156%.

Saat ini, Bank Jago pun tengah dalam proses penerbitan saham baru (rights issue), dengan target meraup dana Rp 7,05 triliun. Salah satu calon investornya adalah GIC Private Limited, perusahaan pengelola investasi atau sovereign wealth fund (SWF) terbesar milik Pemerintah Singapura.

Jika proses rights issue ini selesai, Bank Jago sudah tidak masuk dalam jajaran bank kecil karena modalnya membengkak menjadi Rp 8,25 triliun. Bank ini bakal naik kelas, masuk ke golongan Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III.

Bank Rakyat Indonesia Agroniaga

Bank kecil lain yang berencana melakukan transformasi digital adalah PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO) yang bermodal inti Rp 4,17 triliun per September 2020. Rencana transformasi ini disambut positif oleh pelaku pasar. Sejak awal tahun, sahamnya sudah naik hingga 32,85% menjadi Rp 1.375 per 1 Maret 2021.

Rencana transformasi ke digital, kerap disampaikan oleh induk usahanya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Dalam salah satu kesempatan, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkap rencana transformasi BRI Agroniaga menjadi bank digital.

"Apakah nanti BRI Agro digunakan sebagai kendaraan untuk mengembangkan bisnis digital? Saya kira kami ada arah ke sana," katanya pada 21 Januari 2020.

Rencana digitalisasi tersebut kian serius setelah BRI Agroniaga mengajukan permohonan izin sebagai bank digital ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal Februari 2021. Rencananya, bank ini bertransformasi menjadi digital secara bertahap hingga 2023.

Bank Harda Internasional

Bank kecil lainnya yang bakal menjadi bank digital adalah PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) yang punya modal inti Rp 290,88 miliar per September 2021. Harga saham berkode emiten BBHI sudah melesat naik 266% sejak awal tahun ini, menjadi Rp 1.550 per saham pada 1 Maret 2021.

Bank Harda berencana menjadi bank digital, setelah perusahaan milik pebisnis Chairul Tanjung, PT Mega Corpora berencana membeli 3,08 miliar unit saham atau setara 73,71% saham bank itu. Sejak rencana akuisisi itu disampaikan pada 2 November 2020, harga sahamnya naik 839,39%.

Pada sebuah kesempatan, Kostaman Thayib, Direktur Utama PT Bank Mega Tbk yang merupakan salah satu bank milik Mega Corpora menilai, Bank Harda melengkapi portofolio segmen perbankan.

"Aksi korporasi yang dilakukan Mega Corpora menurut saya bertujuan untuk melengkapi ekosistem perbankan yang sudah dimiliki oleh Mega Corpora," kata Kostaman pertengahan Februari 2021.

Bank Bumi Arta

Harga saham PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) sejak awal 2021 sudah mengalami kenaikan sebesar 463% menjadi Rp 2.130 per saham pada 1 Maret 2020. Kenaikan ini terjadi sejak adanya kabar induk usaha e-commerce Shopee, yakni Sea Group, tertarik untuk mengakuisisi kedua bank tersebut.

Kabar tersebut sudah beredar sejak 10 Februari 2021 berdasarkan sumber Katadata.co.id dan D-Insights. Menurut sumber tersebut, Sea Group yang saat ini sebenarnya secara tidak langsung telah menguasai saham PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE), berambisi untuk menambah lagi kepemilikan di industri perbankan.

Presiden Direktur Bank Bumi Arta Wikan Aryono tidak banyak berkomentar terkait kabar tersebut. Namun, dia memastikan yang memiliki modal inti Rp 1,46 triliun per September 2020 ini tengah melakukan digitalisasi berbagai proses bisnis dan bakal menjadi bank digital.

"Kami terus mencari kemungkinan aliansi strategis dengan pelaku industri digital untuk mengeksplorasi peluang sinergi," katanya, Selasa (23/2).

Wikan mengaku akan berkolaborasi dengan semua kemungkinan platform. Mulai dari platform e-commerce, pembayaran digital, online payment, aplikasi jasa transportasi, travel, hiburan, hingga teknologi finansial (fintech).

Bank Capital Indonesia

Kabar ketertarikan Sea Group untuk memiliki bank, tidak hanya menerpa Bank Bumi Arta. Calon lain yang juga masuk dalam radar pantauan Sea Group adalah PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA). Saham bank ini pun naik sejak awal tahun sebesar 117% menjadi Rp 815 per saham pada 1 Maret 2021.

Tidak hanya induk Shopee tersebut saja yang tertarik dengan Bank Capital yang per September 2020 memiliki modal inti sebesar Rp 1,47 triliun tersebut. Decacorn Grab juga disebut-sebut mengincar layanan digital bank nasional itu yakni Capital Net.

Direktur Utama Bank Capital Wahyu Dwi Aji membenarkan bahwa Grab tertarik masuk pada layanan digital tersebut. “Tetapi, bukan hanya Grab (yang berminat),” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (25/2). Namun, ia tidak memerinci siapa lagi yang melakukan pendekatan untuk berinvestasi.