Beberapa saham Grup Bakrie bangkit dari posisi harga terendah di bursa yakni Rp 50 per saham. Bangkitnya saham-saham Grup Bakrie tersebut setelah beberapa perusahaan melakukan restrukturisasi utang.
Saham Grup Bakrie yang bangkit dari harga Rp 50 baru-baru ini adalah PT Visi Media Asia Tbk (VIVA). Harganya sempat menyentuh Rp 78 per saham pada 17 Maret 2021, atau naik 56% hanya dalam empat hari perdagangan saja. Meski dua hari setelahnya mengalami penurunan secara kumulatif sebesar 12,8% di Rp 68 per saham pada 19 Maret 2021.
Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama mengatakan saham VIVA baik karena pelaku pasar menyambut restrukturisasi utang. Adapun perusahaan bergerak di bidang energi dan perkebunan terkerek sentimen harga komoditas. "Penyebab lain bangkitnya saham Bakrie karena kenaikan harga komoditas dunia," kata Nafan kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas juga menilai, rencana pelunasan utang beberapa emiten Grup Bakrie menjadi sentimen positif yang diapresiasi oleh pelaku pasar. "Karena adanya potensi efisiensi interest expense perusahaan," ujarnya kepada Katadata.co.id.
Meski harganya mulai bangkit, baik Nafan maupun Sukarno, tidak memberikan rekomendasi untuk pelaku pasar melakukan investasi pada saham-saham tersebut. Sukarno mengatakan, pelaku pasar direkomendasikan hanya beli secara spekulasi saja untuk saat ini.
Kenaikan harga saham VIVA terkait upaya perusahaan melakukan restrukturisasi utangnya dengan melakukan penjualan 39% saham saham PT Intermedia Capital Tbk (MDIA), perusahaan induk stasiun televisi ANTV senilai US$ 171,8 juta atau setara dengan Rp 2,43 triliun atau Rp 158 per saham.
Besaran saham yang dilepas emiten media Grup Bakrie ini setara dengan 15,29 miliar unit saham kepada Reliance Capital International Limited (RCIL). Ini merupakan pihak yang disetujui kreditur untuk melaksanakan jual-beli saham tersebut.
Presiden Direktur VIVA Anindya Novyan Bakrie mengatakan transaksi dilakukan dengan cash settlement. Setelah transaksi ini, utang perusahaan menjadi lunas, dengan tetap memperhatikan ketentuan mengenai harga penjualan minimal saham objek.
"VIVA akan menjadi perseroan bebas utang atau debt free company, targetnya selesai pada Maret 2021," kata putra pertama pebisnis dan politikus Aburizal Bakrie tersebut dalam acara konferensi pers, 15 Maret 2021.
Saham Grup Bakrie yang mulai bangkit adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI), bergerak dari harga saham gocap sejak 23 November 2020. Secara kumulatif, harganya mengalami kenaikan hingga 28% menyentuh harga Rp 64 per saham hingga perdagangan 19 Maret 2021.
Saham ini sempat memuncak pada 18 Januari 2021 dengan menyentuh harga Rp 130 per saham, kemudian terjun bebas. Pada 4 Februari 2021 harganya menjadi Rp 56 per saham atau turun 57% dari harga tertinggi.
Bergeraknya harga saham BUMI sejalan dengan rencana pemerintah menerbitkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), menyusul akan habisnya masa Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Arutmin Indonesia pada 1 November 2020, anak usaha BUMI.
Sinyal itu diberikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif saat rapat kerja bersama Komisi VII DPR pada 26 Agustus 2020. Arifin menyatakan, pertimbangan utama pemerintah menerbitkan IUPK adalah agar perusahaan tersebut mendapatkan kepastian kelangsungan usaha.
Tampaknya, hal tersebut juga membuat harga saham anak usaha BUMI ikut bergerak, yaitu PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Saham emiten yang dimiliki 8,83% secara langsung oleh BUMI ini mulai bangkit dari harga Rp 50 sejak perdagangan awal September 2020.
Sejak saat itu, harga saham BRMS bergerak naik 94% menyentuh harga Rp 97 per saham pada perdagangan 19 Maret 2021 pukul 10.05 WIB. Tertinggi, saham ini pernah menyentuh harga Rp 107 per saham pada 13 Januari 2021.
Adapun, saat ini BRMS tengah mempersiapkan aksi korporasi berupa penambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu alias rights issue. Jumlah saham baru yang diterbitkan sekitar 22,9 miliar unit dengan harga pelaksanaan Rp 70 per saham. Sehingga, BRMS berpotensi mendapatkan dana segar senilai Rp 1,6 triliun.
Kenaikan sesaat juga terjadi pada saham grup Bakrie lainnya yang berkaitan dengan bisnis tambang, yaitu PT Darma Henwa Tbk (DEWA) yang pada 18 Januari 2021 menyentuh harga Rp 70 per saham atau naik 40% dari harga gocap. Sayang, harganya kini kembali Rp 50 per saham sejak 26 Januari 2021.
Harga saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) juga mulai bangkit dari harga gocap pada awal September 2020. Sejak bangkit, harga sahamnya sudah naik sampai 144% menjadi Rp 122 per saham hingga perdagangan 19 Maret 2021. Saham ini juga sempat mencapai harga tertinggi Rp 162 per saham pada 13 Januari 2021.
Saham PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) juga sempat bangkit dari harga terendah yakni menyentuh Rp 56 per saham pada 18 Januari 2021 atau naik 12%. Sayangnya, pada 21 Januari 2021 hingga saat ini, harga kembali tertidur di harga Rp 50 per saham.
Adapun saham PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) sejak 2013 lalu sudah berada di harga Rp 50 per saham. Saham ini pun kerap disuspensi oleh Bursa lantaran tidak memenuhi kewajiban sebagai perusahaan terbuka.
Saham Grup Bakrie lain, PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP) yang bukan berharga Rp 50, juga ikut menguat sejak awal September 2020. Secara kumulatif, harga sahamnya telah menguat 93,55% menjadi Rp 120 per saham hingga perdagangan 19 Maret 2021. Harga sahamnya sempat menguat hingga di harga Rp 148 per saham pada 18 Januari 2021.
Meski beberapa saham Grup Bakrie mulai bangkit, tapi saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) malah terancam didepak dari pasar modal oleh Bursa. Saham ini akan genap disuspensi oleh Bursa selama 24 bulan pada 27 Mei 2021.
Saham ini disuspensi oleh Bursa karena Bakrie Telecom mendapatkan opini tidak memberikan pendapat berturut-turut pada laporan keuangannya yaitu 2017 dan 2018. Sehingga, sejak 27 Mei 2019, saham yang memang sudah berharga Rp 50 sejak 2012 ini, tidak dapat diperdagangkan lagi sementara.