PT Bukalapak.com berencana melantai di Bursa Efek Indonesia melalui penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO) pada 29 Juli 2021. Jika terwujud, Bukalapak bisa menjadi perusahaan rintisan berstatus unicorn pertama yang IPO di bursa Tanah Air.
Meski begitu, Bukalapak diketahui masih mengantongi rugi senilai Rp 1,34 triliun pada 2020. Rugi tersebut menurun hingga 51,75% dibandingkan posisi rugi pada 2019 yang mencapai Rp 2,79 triliun.
Melihat kondisi keuangan tersebut, apakah IPO unicorn pertama ini masih diminati oleh pelaku pasar?
Analis Bahana Sekuritas Muhammad Wafi mengatakan, kondisi rugi pada perusahaan yang sedang dalam tahap bertumbuh, sudah biasa. Sehingga, yang perlu diperhatikan adalah rencana perbaikan dan strategi perusahaan ke depan.
"Karena yang dibeli oleh investor itu prospek ke depannya, bukan kondisi sekarang atau historical-nya," kata Wafi kepada Katadata.co.id, Kamis (24/6).
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai, paling tidak kerugian yang dibukukan oleh Bukalapak pada 2020 mengalami penyusutan dibandingkan pada 2019. "Nah ini secara progresnya kan membaik," kata Sukarno kepada Katadata.co.id.
Ia mengatakan, perusahaan rugi yang akan IPO, bisa saja harga sahamnya mengalami kenaikan jika memiliki citra yang baik di mata pelaku pasar saham. "Paling tidak, harga saham pada hari pertama perdagangan, bisa naik signifikan," kata Sukarno.
Meski begitu, Sukarno menilai Bukalapak belum pantas tercatat pada papan utama Bursa Efek Indonesia karena masih tercatat rugi. Jika sudah mengantongi laba, Bukalapak baru bisa naik kelas ke papan utama.
Sementara, Wafi menilai Bukalapak cukup layak untuk bisa mencatatkan diri di papan utama meski rugi. Hal tersebut, tergantung dengan kapitalisasi pasar dan ukuran perusahaan. Selain itu, perlu juga dilihat dari pangsa pasar Bukalapak di industri marketplace Indonesia.
"Kalau dilihat sekilas dari market share Bukalapak di digital marketplace, cukup besar sehingga harusnya cukup layak di papan utama. Tapi kembali harus lihat market cap dan size," kata Wafi.
Berdasarkan buku panduan bursa terkait go public, salah satu syarat untuk masuk ke papan utama adalah membukukan laba usaha pada satu tahun buku terakhir. Sedangkan di papan pengembangan, tidak harus membukukan laba. Namun, berdasarkan proyeksi keuangan, perusahaan harus memperoleh laba pada akhir tahun kedua atau akhir tahun keenam untuk sektor khusus.
Syarat lain untuk masuk ke papan utama yaitu memiliki aset berwujud bersih (net tangible assets) minimal Rp 100 miliar. Di papan pengembangan, perusahaan hanya wajib memiliki aktiva berwujud bersih minimal Rp 5 miliar saja.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Gede Nyoman Yetna Setya mengatakan, Bursa tengah mengkaji opsi agar unicorn yang masih merugi bisa tetap tercatat di papan utama. Opsi-opsi tersebut yaitu penggunaan aset berwujud bersih alias net tangible asset (NTA), akumulasi laba sebelum pajak dan kapitalisasi pasar.
Selain itu, dapat pula dipilih berdasarkan pendapatan dan kapitalisasi pasar, total aset dan kapitalisasi pasar, dan operating cashflow kumulatif disertai kapitalisasi pasar. Beberapa persyaratan tersebut merupakan beberapa acuan yang diterapkan di bursa global.
"Calon perusahaan tercatat dapat memilih satu dari beberapa opsi tersebut yang sesuai dengan kondisi perusahaan untuk tercatat di papan utama maupun papan pengembangan," kata Nyoman.