IHSG Stabil di 6.000 Meski Covid-19 Memburuk, Apa Penyebabnya?

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (4/1/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
16/7/2021, 19.44 WIB

Penyebaran Covid-19 di Indonesia semakin mengganas. Dalam beberapa waktu terakhir, jumlah harian orang yang terjangkit Covid-19 terus bertambah, hingga pecah rekor ke angka 56.757 kasus pada Kamis (15/7).

Kendati demikian, kinerja pasar saham dalam negeri tampaknya adem-ayem. Pada periode Mei hingga 16 Juli 2021, saat pandemi Covid-19 terus memburuk, titik terendah indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di level 5.760 pada penutupan perdagangan 19 Mei 2021.

Berbeda saat pandemi Covid-19 merajalela di Indonesia pada Maret 2020. Indeks pasar modal domestik sempat terkapar ke level terendah sepanjang pandemi Covid-19 ini di level 3.937 pada penutupan 24 Maret 2020.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, kinerja IHSG di tengah lonjakan kasus Covid-19 kali ini bisa lebih stabil karena sentimen Covid-19 bukan sentimen yang baru. Terlebih, virus tersebut sudah ditangani dengan melakukan vaksinasi oleh pemerintah.

"Kalau misalnya ini sentimen baru dan belum ada upaya untuk mencari jalan keluarnya, mungkin market akan mengulang kejadian tahun lalu," kata William kepada Katadata.co.id.

Menurutnya, vaksinasi menjadi salah satu pembeda antara kondisi pandemi Covid-19 saat ini dengan tahun lalu. Selain itu, investor pasar modal sudah melakukan antisipasi terhadap sentimen lonjakan Covid-19 ini meski ekonominya belum pulih.

"Ekonomi Indonesia masih belum pulih, tapi menurut saya kondisi pasar saat ini bisa dibilang sudah priced in, sudah mengantisipasi sentimen lonjakan kasus Covid-19 sehingga tidak terjadi panic selling lagi," kata William.

Senior Vice President Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menilai stabilnya IHSG di sekitar level 6.000 di tengah lonjakan Covid-19 tidak lepas dari program pembelian aset oleh Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed).

"The Fed membanjiri likuiditas pasar global," kata Janson kepada Katadata.co.id.

Selain itu, rencana penawaran perdana saham alias initial public offering (IPO) dengan dana jumbo dari PT Bukalapak.com, juga mampu menggairahkan pasar modal yang terlihat dari stabilnya kinerja IHSG.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengatakan, situasi buruk pandemi Covid-19 yang mempengaruhi IHSG sudah terjadi pada tahun lalu. Saat ini, upaya pemulihan perekonomian juga sudah berada pada jalur yang benar, dimana terlihat dari peningkatan impor bahan baku.

Meski begitu, ancaman terhadap pemulihan ekonomi masih menghantui dengan diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang ketat karena kasus Covid-19 yang meningkat. Hal ini bisa sedikit mengganggu dan menekan ekonomi pada triwulan III-2021.

"Sekarang sih dapat dibilang (IHSG) sedang flat, konsolidasi. Buat turun juga terbatas asal coronanya jangan kelamaan naik terusnya," kata Suria kepada Katadata.co.id.

Posisi investor asing saat ini yang sudah tidak dominan dan digantikan oleh investor ritel, juga menjaga IHSG bisa stabil. Investor ritel yang didominasi oleh investor berusia muda ini lebih suka melakukan investasi pada saham yang berbasis teknologi.

Dengan kehadiran startup berstatus unicorn, seperti Bukalapak maupun kabar IPO GoTo yang emisinya besar, bisa meningkatkan minat investor tersebut. "Ritel yang didominasi millenial kan lebih suka new economy seperti fintech dan bank digital," kata Suria.

Reporter: Ihya Ulum Aldin