Harga Komoditas Melesat, Emiten Batu Bara RI Mendulang Cuan

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.
Ilustrasi aktivitas bongkar muat batu bara
Penulis: Syahrizal Sidik
20/5/2022, 15.14 WIB

 

Kenaikan harga komoditas pertambangan turut berimplikasi positif pada kinerja keuangan beberapa emiten batu bara di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada kuartal pertama tahun ini.

Emiten pertambangan Grup Indika, PT Indika Energy Tbk (INDY), misalnya selama tiga bulan pertama tahun ini perusahaan membukukan laba bersih senilai US$ 75,04 juta atau sekitar Rp 1,08 triliun dengan mengacu rata-rata kurs Rp 14.500 per US$.

Torehan ini berkebalikan dari periode yang sama pada tahun sebelumnya di mana perusahaan mencatatkan kerugian senilai US$ 5,18 juta atau sekitar Rp 75,11 miliar. Membaiknya kinerja INDY turut mengerek nilai laba per saham dasar perusahan menjadi US$ 0,014 dari sebelumnya US$0,0019 per saham. 

Mengacu laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan, Jumat (20/5), INDY membukukan kenaikan pendapatan sebesar 58,09% menjadi US$ 830,79 juta, atau setara Rp 12,04 triliun. Pendapatan itu meningkat 73,5 persen dari tahun sebelumnya.

Kontribusi pendapatan paling besar dikontribusi dari penjualan batu bara untuk pelanggan di luar negeri senilai US$ 590,47 juta, naik signifikan dari tahun sebelumnya US$ 340,11 juta. Sedangkan, untuk pelanggan di dalam negeri juga naik menjadi U$ 146,88 juta dari sebelumnya U$ 140,98 juta.

Aktivitas pertambangan batu bara  (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.)

 

Selain Indika, emiten pertambangan batu bara lainnya, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) juga membukukan penjualan bersih senilai US$ 640 juta naik signifikan seiring dengan momentum kenaikan harga batu bara.

Perseroan mengantongi perolehan laba bersih sebesar US$ 213 juta atau sekitar Rp 3,08 triliun dari periode yang sama tahun lalu U$ 42 juta atau Rp 609 miliar. Adapun, perolehan EBITDA tercatat naik 277% menjadi US$ 323 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Sepanjang periode kuartal pertama tahun ini, ITMG memperoleh rata-rata harga jual batu bara sebesar USD 150 per ton, yang artinya lebih tinggi 121% dari periode yang sama tahun lalu. Marjin laba kotor naik signifikan dari 30% pada triwulan pertama tahun lalu menjadi 53% pada triwulan tahun ini.

Direktur Utama ITMG, Mulianto mengatakan, perseran membukukan kenaikan kinerja keuangan di tengah kondisi yang menantang dan ketidakpastian global.

"Pasca pandemi, kondisi ekonomi secara global belum pulih sedangkan inflasi tercatatkan tinggi, salah satunya karena dipengaruhi oleh naiknya harga komoditas energi," katanya, dalam siaran pers.

Selain itu, kata Mulianto, terdapat juga disrupsi pada rantai nilai global dan perdagangan internasional batu bara seiring intervensi pemerintah melalui pelarangan ekspor batu bara di Indonesia pada Januari 2022 dan berlangsungnya perang Rusia dan Ukraina.

Meski begitu, pada tahun ini ITMG mematok target volume produksi sebanyak 17,5 sampai dengan 18,8juta ton dengan volume penjualan sebanyak 20,5 juta sampai 21,5 juta ton. 

Kementerian ESDM mencatat, harga batu bara acuan Indonesia terus merangkak dan sempat menyentuh level US$ 288,4 per tonnya sebagaimana dalam databoks berikut: 

Sementara itu, emiten pertambangan batu bara BUMN, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), juga menorehkan kinerja ciamik di kuartal pertama tahun ini.

Bukit Asam mampu mengantongi perolehan laba bersih senilai Rp 2,28 triliun, melesat 355% secara tahunan dari capaian periode yang sama pada tahun lalu Rp 500,52 miliar. Adapun, pendapatan usaha perseroan tercatat naik 105% menjadi Rp 8,21 triliun dari periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 3,99 triliun.

Pada tiga bulan pertama tahun ini, PTBA memproduksi sebanyak 6,34 juta ton batu bara, meningkat 40% dari tahun lalu dengan volume angkutan batu bara yang naik 16% menjadi 6,17 juta ton. Sedangkan, volume penjualan batu bara juga naik 18% menjadi 6,97 juta ton.

Di tahun ini, anggota holding pertambangan MIND ID ini menargetkan mampu memproduksi sebanyak 36,41 juta ton batu bara dan target angkut 31,50 juta ton. Sedangkan, volume penjualan akan meningkat menjadi 37,10 juta ton.

Reporter: Syahrizal Sidik