Wall Street Anjlok Kena Sentimen Suku Bunga The Fed, Bagaimana IHSG?

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Karyawan melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Penulis: Zahwa Madjid
Editor: Lavinda
21/9/2022, 14.04 WIB

Bursa saham Wall Street, Amerika Serikat (AS) anjlok pada penutupan Selasa (20/9) waktu setempat, menjelang pertemuan bank sentral AS Federal Reserve yang diperkirakan akan memutuskan kenaikan suku bunga acuan AS demi menahan inflasi.

Indeks acuan S&P 500 merosot hingga 19,1% sepanjang tahun ini karena investor khawatir langkah pengetatan kebijakan yang agresif oleh The Fed dapat mengarahkan ekonomi AS ke dalam resesi.

Indeks ditutup untuk sesi ketiga berturut-turut di bawah 3.900 poin, karena prospek cukup mengecewakan dari produsen mobil Ford Motor Co, peristiwa yang serupa seperti kinerja saham perusahaan pengiriman FedEx Corp pada pekan lalu.

Saham Ford bahkan merosot hingga 12,3%, penurunan terbesar sejak 2011. Tak hanya itu, saham perusahaan otomotif lain, General Motors Co juga melorot 5,6%. Fluktuasi saham perusahaan otomotif dipicu terjadinya kondisi kekurangan suku cadang.

Dikutip dari Reuters, Kepala Strategi Ekuitas dan Derivatif AS BNP Paribas, Greg Boutle mengamati beberapa petinggi membicarakan tekanan ekonomi yang mereka hadapi.

"Kami bisa melihat beberapa tekanan margin dan pelunakan dalam angka pendapatan kuartal III 2022," ujarnya, dikutip Rabu (21/9).

The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basispoin untuk ketiga kalinya secara berturut-turut pada pertemuan Rabu (21/9) waktu setempat.

Lalu, bagaimana dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia?

Berdasarkan data RTI, IHSG merosot 0,59% ke level 7.154 pada perdagangan sesi I hari ini (21/09). Pada awal perdagangan saham, dibuka di level 7,196,871 dan menyentuh angka tertingginya di level 7,204,902.

Berdasarkan data BEI pada penutupan sesi I perdagangan saham hari ini, total volume saham yang diperdagangkan tercatat sebanyak 18,485 miliar saham. Sedangkan untuk nilai transaksi mencapai Rp 6.798 triliun dan frekuensi 850,919. Sementara itu tercatat 187 saham bergerak di zona hijau, 322 saham terkoreksi dan 170 saham tak bergerak.

Berdasarkan riset KB Valbury Sekuritas, indeks saham hari ini diperkirakan akan bergerak bervariasi dengan peluang koreksi, di tengah sentimen negatif, baik dari ekonomi internal maupun eksternal global.

“Tingkat konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak) melebihi asumsi sehingga anggaran subsidi BBM terkuras. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan bahwa ketika pemerintah menganggarkan subsidi BBM Rp 502 triliun, terdapat penetapan volume BBM yang akan mendapatkan subsidi,” dalam risetnya.

Selain itu dalam sentimen pasar luar negeri, KB Valburi juga menjelaskan mengenai Studi Bank Dunia yang memperkirakan tahun 2023 dunia akan bergerak menuju resesi global.

“Selain itu, akan terjadi serangkaian krisis keuangan di pasar negara berkembang. peristiwa itu terjadi karena bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga sebagai tanggapan terhadap inflasi. Bank-bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga di tahun ini dan trend tersebut diperkirakan akan berlanjut sampai tahun depan,” lanjutnya.

Dalam perdagangan sesi I, hanya ada dua sektor yang berada di zona hijau, yakni sektor non primer dan sektor teknologi.

Adapun saham-saham non primer yang mengalami kenaikan Unilever Indonesia yang naik 1,48% atau sekitar 70 poin menjadi Rp 4,800 per saham. Selanjutnya ada saham Japfa Comfeed Indonesia yang naik 0,67% atau sekitar 10 poin menjadi Rp 1,500 per saham. Terakhir Charoen Pokphand Indonesia yang naik 1,80% atau 100 poin menjadi Rp 5,650 per saham.

Untuk sektor teknologi saham yang mengalami kenaikan Digital Mediatama Maxima (DMMX) yang naik 2,49% atau 35 poin menjadi Rp 1,440 per saham. Selanjutnya Kresna Graha Investama naik 14,00% atau 7 poin atau Rp 57. Terakhir DCI Indonesia yang naik 3,54% atau 1,300 poin menjadi Rp 38,000 per saham

Reporter: Zahwa Madjid