Lock-Up Dibuka, Saham WIR Asia (WIRG) Anjlok Tiga Hari Beruntun

Katadata
Ilustrasi metaverse. Saham emiten pengembang metaverse, PT WIR Asia Tbk (WIRG), anjlok tiga hari beruntun.
7/12/2022, 16.18 WIB

Harga saham emiten pengembang metaverse, PT WIR Asia Tbk (WIRG) kembali menyentuh auto reject bawah (ARB) pada perdagangan Rabu ini (7/12). Harga saham WIRG tiga hari beruntun terjun bebas setelah berakhirnya masa kunci saham (lock-up) yang telah berjalan selama delapan bulan terakhir.  

Diketahui, WIRG memberlakukan periode penguncian saham selama delapan bulan sejak 25 Maret 2022 sampai dengan 25 November 2022. Berdasarkan data RTI, volume perdagangan saham WIRG tercatat 96,93 juta dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,32 miliar.

Adapun, frekuensinya mencapai 5.282 kali. Sedangkan kapitalisasi pasar saham WIRG tercatat di levelRp 1,74 triliun. Saat pembukaan perdagangan, harga saham WIRG mencapai Rp 156 per saham dan sempat menyentuh harga tertinggi di level Rp 157 per saham.

Menurut catatan Katadata, saham WIRG bahkan sempat naik 408% sebelum masa kuncinya berakhir. Hingga BEI harus memantau perusahaan tersebut karena terjadinya pergerakan harga saham di luar kebiasaan atau unusual market activity/UMA.

Bahkan, saat perusahaan tersebut resmi melantai di BEI pada 4 April lalu, harga saham WIRG dibuka menguat 34,52% atau 58 poin ke level Rp 226. 

Penurunan harga saham emiten teknologi juga belakangan dialami oleh PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA). Kejatuhan sejumlah emiten teknologi berkapitalisasi pasar besar tersebut ikut berimbas pada lesunya laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) karena emiten tersebut turut memberi bobot yang besar kepada indeks. 

DBS Group sebelumnya juga memproyeksikan bahwa saham sektor teknologi masih akan tertekan di tahun depan. Tekanan ini juga masih akan terus membebani pergerakan IHSG.

"Mungkin masih ada beban (pada 2023), tetapi tidak separah tahun ini,” kata Head of Reaserch DBS Group Maynard Arif di Jakarta, Selasa (6/12).

Dia menambahkan, sentimen yang dapat menekan saham emiten teknologi yakni perusahaan tidak bisa mengurangi kerugian.Sentimen negatif lainnya yakni target untuk mencapai titik impas alias break even yang meleset. Break even yakni pendapatan yang diperoleh perusahaan sama dengan modal yang dikeluarkan.

Menurut dia, investor memerhatikan beberapa hal dari emiten teknologi, yakni, pertama, bagaimana perusahaan teknologi dapat bertahan, kedua bagaimana emiten teknologi menjaga biaya. Ketiga, bagaimana emiten teknologi menekan kerugian dan terakhir bagaimana perusahaan teknologi dapat tumbuh stabil. 

Ia juga mencatat, valuasi perusahaan teknologi di Indonesia relatif lebih mahal ketimbang di regional. Padahal, biaya yang dikeluarkan atau kerugiannya lebih besar. “Oleh karena itu, kami menilai bahwa saham teknologi masih akan tertekan tahun depan,” pungkas Maynard.

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail