IHSG Terus Dilanda Aksi Jual Investor Asing, Apa Faktor Penyebabnya?

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.
Penulis: Zahwa Madjid
11/1/2023, 13.42 WIB

Laju bursa saham Tanah Air masih terus mengalami tekanan sejak perdagangan awal tahun ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih terkoreksi 3,83% secara year to date (ytd). Sedangkan, dalam sepekan terakhir ini, pelaku pasar asing tercatat melakukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 1,97 triliun di seluruh pasar. 

Berdasarkan data RTI, investor asing mencatat net sell terbesar pada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp 476,61 miliar. Selanjutnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar Rp 692,05 miliar dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Rp 391 miliar.

Equity Research Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei, berpendapat tekanan jual di pasar saham Tanah Air disebabkan adanya peralihan dana investor seiring dengan mulai dibuka kembali aktivitas perekonomian di Cina. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran modal asing keluar dari pasar saham domestik seperti Hong Kong dan Cina. 

“Re-opening aktivitas ekonomi, rencana pemerintah China untuk melonggarkan aturan "three red lines" untuk pasar properti yang memiliki kontribusi 20-30% PDB China,” ujar Jono pada Katadata.co.id.

Selain itu, Jono juga mengatakan bahwa valuasi indeks saham yang masih lebih murah menjadikan investor turut mengambil peluang dengan menyuntikkan modalnya ke negara-negara tersebut. “Selain itu kenaikan suku bunga bank sentral di berbagai negara maju lain juga membuat Indonesia menjadi kurang menarik lagi tampaknya,” lanjut Jono.

Research Analyst PT Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, mengatakan tingginya net sell asing ini disebabkan oleh beberapa sentimen negatif. Seperti, sentimen The Federal Reserve AS yang diperkirakan masih akan menerapkan kebijakan moneter yang agresif (hawkish) dan dampak resesi ekonomi global. 

“Kalau kita lihat beberapa pelaku pasar sebutkan resesi global tahun ini akan lebih parah dibandingkan yang dibayangkan sebelumnya. Selain itu sentimennya masih hawkish dari The Fed,” ujar Arjun pada Katadata.co.id.

Arjun juga menilai Cina mengalami lonjakan kasus Covid mengakibatkan ketidakpastian permintaan energi sebagai negara importir energi terbesar. Hal tersebut menyebabkan penurunan harga komoditas energi seperti batu bara dan minyak. Akibatnya, kinerja saham emiten energi tahun ini terkoreksi. 

"Dampak dari Cina yang mengalami lonjakan kasus Covid dan ini mengakibatkan ketidakpastian permintaan energi dari importir energi terbesar yang translasi ke penurunan harga komoditas energi,” kata Arjun.

Namun, menurut dia, aksi jual asing diprediksi akan mulai mereda ketika persepsi risiko di pasar juga turun. “Kemungkinan besar jika rilis inflasi AS pekan ini sudah sesuai konsensus atau bahkan lebih baik maka berpotensi jadi turning point untuk asing kembali masuk ke pasar saham Indonesia,” ujarnya. 

Melihat tren penurunan sejak Desember 2022 hingga 10 Januari kemarin, harga saham-saham dengan kapitalisasi besar atau big caps sudah mulai terkoreksi dalam. Arjun menilai tren tersebut dapat menjadi momentum bagi investor asing kembali ke bursa Tanah Air.

"Harga saham-saham big caps yang notabene banyak dikoleksi asing juga sudah terkoreksi dalam. Hal ini bisa membuat investor asing kembali masuk dengan harga yang cukup murah,” ucapnya. 

Reporter: Zahwa Madjid