Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, transaksi kripto bulan Januari 2023 hanya mencapai Rp 12,1 triliun. Jumlah ini turun tajam dari rata-rata transaksi kripto bulanan pada 2022 yang sebesar Rp 25,5 triliun.
Sejalan dengan itu, jumlah pelanggan terdaftar aset kripto juga mengalami penurunan. Pada Januari 2023 ada 16,9 juta pelanggan. Penambahan jumlah pelanggan tersebut sebanyak 163.289 atau lebih rendah dari rata-rata penambahan jumlah pelanggan bulanan 2022 yang sebanyak 457.595 orang.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Tirta Karma Senjaya mengatakan, transaksi kripto turun tajam sejalan dengan nilai aset kripto yang melemah.
“Nilai aset kriptonya juga pada turun merah, berdarah di Januari. Baru ada naik Februari ini,” katanya kepada Katadata, Rabu (22/2).
Namun kembali meningkatnya harga koin-koin papan atas kripto maka ia meyakini jumlah transaksi akan kembali meningkat.
“Sekarang harganya masih naik turun, tapi rata-rata sedang naik harganya seperti Bitcoin, Ethereum, BNB, dan sebagainya. Jumlah transaksi juga nanti akan mengikuti,” kata Tirta.
Pada akhir tahun 2022, nilai transaksi kripto tercatat sebesar Rp 306,4 triliun. Angkanya menurun 64,3% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 858,7 triliun. Sedangkan jumlah investor aset kripto di Tanah Air tahun lalu sebanyak 17 juta, meningkat dari total nasabah pada 2021 yang hanya 11 juta.
Sementara itu terkait pergerakan harga kripto, pada pekan lalu pasar kripto maupun saham terpengaruh oleh pernyataan dari dua anggota non-voting Federal Open Market Committee (FOMC) yaitu Bullard dan Mester yang menyarankan untuk mempertahankan suku bunga tetap mesti tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama guna melawan inflasi.
Merespons pernyataan dari FOMC pasar saham mengalami penurunan. Berbanding terbalik dengan pasar saham, harga aset kripto Bitcoin (BTC) justru mengalami kenaikan sebesar 10%.
Chief Marketing Officer PINTU Timothius Martin mengatakan, nilai kripto khususnya BTC alami kenaikan setelah beberapa data makro ekonomi Amerika Serikat (AS) menunjukkan penurunan inflasi. Data tersebut meliputi Indeks Harga Produksi (Producer Price Index/PPI) dan Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) yang memenuhi harapan, serta data pengangguran yang menunjukkan kebijakan ketat dari The Federal Reserve.
Dikutip dari Pintu Academy, Indeks Harga Produksi (Producer Price Index/PPI) di bulan Januari menunjukkan adanya kenaikan sebesar 0,7% m/m, melebihi perkiraan konsensus sebesar 0,4%. Meskipun tingkat inflasi PPI untuk jasa berada pada 5,0%, lebih rendah dari tingkat inflasi barang yang mencapai 7,5%, tingkat inflasi indeks CPI dan PPI keduanya terus melambat pada Januari.
Selain itu ukuran harga PPI saat ini telah naik sebesar 6,0% secara tahunan, meskipun demikian angka tersebut tetap jauh lebih rendah dari puncaknya di Maret 2022 dan merupakan yang terendah sejak awal 2021.
Dari sisi angka pengangguran, menurut Departemen Tenaga Kerja AS, klaim pengangguran awal naik 13.000 menjadi 196.000. Angka tersebut jauh lebih rendah dari rata-rata di tahun 2019 yang mencatat sekitar 220.000 klaim per minggu ketika pasar tenaga kerja berada dalam kondisi serupa.
“Faktor pendukung lainnya yang dapat mempengaruhi harga kripto, yaitu harga dolar AS yang menguat dan mengindikasikan bahwa lebih banyak orang ingin memegang fiat seperti dolar. Apalagi dolar saat ini juga merupakan trading pair utama pada perdagangan aset kripto,” kata Timotius.