Saham perusahaan pembangkit tenaga listrik panas bumi, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), anjlok lebih dari 5% pada perdagangan awal pekan ini, Senin (11/9).
Berdasarkan data perdagangan, saham PGEO dibuka di level Rp 1.265 per saham kemudian terkoreksi 5,53% ke level Rp 1.195 per unit. Nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 49,26 triliun.
Memang, dalam tiga bulan terakhir ini saham PGEO sudah melesat 31,32%. Pada periode yang sama, investor asing telah melakukan aksi jual bersih senilai Rp 184,26 miliar. Sedangkan, sejak awal tahun, pelaku pasar asing menjual saham PGEO senilai Rp 287,05 miliar untuk merealisasikan keuntungan.
Melemahnya saham PGE terjadi di tengah rencana perusahaan yang tengah menjajaki pembelian aset panas bumi milik KS Orka Renewables yakni PT Sorik Marapi Geothermal Power senilai US$ 1 miliar atau setara Rp 15,3 triliun.
Pertamina Geothermal dan KS Orka berpotensi mencapai kesepakatan sebelum akhir tahun ini menurut sumber Reuters. Sebelumnya, KS Orka telah menunjuk DBS Bank sebagai penasihat keuangan dalam rencana penjualan PLTP Sorik Marapi.
Rencana akuisisi PGEO terhadap Sorik Marapi ini sejalan dengan rencana Pertamina untuk menggandakan kapasitas energi panas bumi pada 2027-2028. Pertamina Geothermal memperkirakan perlu investasi US$ 4 miliar untuk mencapai target tersebut.
Dalam perkembangan terbaru, Pertamina Geothermal juga menggandeng sejumlah negara dari kawasan Indo-Pasifik untuk mengembangkan proyek Lumut Balai unit 1 dan 2 di Sumatera Selatan.
Salah satu lembaga yang mengucurkan pendanaan kepada PGE ialah Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar ¥26.966 Miliar atau setara dengan US$ 188,61 juta.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. Julfi Hadi menuturkan Pertamina Geothermal Energy juga menjalin kerjasama lain dengan negara–negara kawasan Indo Pasifik, beberapa di antaranya adalah perusahaan dari Cina dan Indonesia, yaitu Mitsubishi Corporation, SEPCO III Electric Power Construction Co., Ltd. (SEPCO III), serta PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Julfi menambahkan, pembangunan proyek Lumut Balai Unit 1 dan 2 ini bertujuan untuk memitigasi risiko perubahan iklim. Selain itu, sebagai bentuk dukungan terhadap Net Zero Emission 2060, proyek ini berpotensi mengurangi emisi sebesar 581.784 tCO2eq/tahun.
"Proyek Lumut Balai Unit 1 dan 2 juga termasuk Proyek Strategis Nasional berdasarkan Perpres No. 3 Tahun 2016 dan Permen ESDM No. 40 Tahun 2014," ujar Julfi, dalam siaran persnya, dikutip Senin (11/9).