IHSG Zaman SBY Lebih Unggul Ketimbang Jokowi, Apa Kata BEI dan Analis?

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Karyawan melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di layar monitor di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (1/2/2023). IHSG ditutup pada level 6.862 atau menguat 22,91 poin dari perdagangan sebelumnya, yang ditopang sejumlah kenaikan Indeks sektoral diantaranya sektor barang konsumen nonprimer yang naik 1,27 persen, sektor barang konsumen primer naik 1,17 persen dan sektor infrastruktur naik 0,98 persen.
Penulis: Lona Olavia
9/1/2024, 10.25 WIB

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman menyatakan, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak bisa begitu saja bisa menjadi alat pembanding bagi suatu pemerintahan. Sebab laju IHSG dipengaruhi oleh banyak sentimen termasuk kondisi ekonomi global. 

“IHSG itu terdiri dari berbagai macam komponen. Kondisi makro, kalau kita bicara kondisi makro, itu kan termasuk internasional dan domestik. Jadi perlu dilihat kondisi makro internasional pada saat zaman Pak SBY dibanding Pak Jokowi seperti apa?,” ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (9/1).

Hal senada juga dikatakan Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana. Menurutnya, siklus perekonomian yang dihadapi SBY dan Jokowi berbeda. Ditambah IHSG zaman SBY memiliki low base effect karena mulai dari level yang lebih rendah, salah satunya karena masih pemulihan pasca krisis moneter 1998.

“Di zaman Pak SBY memang pertumbuhan ekonomi mencapai 7%, didukung oleh booming komoditas terutama batu bara. Sementara di Pak Jokowi kita menghadapi perlambatan ekonomi dunia, panasnya geopolitik US versus Cina ditambah pandemi,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (9/2).

Kata Wawan, era Jokowi sendiri fokus pada pembangunan infrastruktur, proyek ini memakan biaya besar dengan pengembalian jangka panjang. Efek dari pembangunan ini justru akan terlihat pada periode berikutnya.

“2024-2029 sendiri diproyeksikan akan memiliki siklus yang berbeda di mana suku bunga kemungkinan akan sudah stabil dan cenderung menurun,” ujarnya.

Presiden baru nanti salah satu tantanganya masuk ke ekonomi digital dan bagaimana ekonomi baru ini tetap memberikan lapangan pekerjaan bagi demografi generasi gen Z untuk mendorong daya beli. Sebab tanpa daya beli yang kuat pertumbuhan ekonomi akan terhambat.

Sebelumnya, tim ekonomi calon presiden (capres) Ganjar Pranowo dan calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD, Irwan Ariston Napitupulu menyebutkan kinerja IHSG di era Presiden SBY jauh lebih unggul dibanding Presiden Jokowi.

Ia mengatakan, dengan ekonomi dan pembangunan yang bagus, harusnya berdampak pada IHSG.

"Selama ini kita dengar ekonomi bagus, pembangunan bagus, saya sebagai user, pelaku pasar modal saya melihat harusnya logikanya akan berdampak kepada kinerja IHSG," katanya dalam Dialog Arah Kebijakan Investasi dan Pasar Modal 2024-2029, di Jakarta, Senin (8/1). 

Berdasarkan datanya, IHSG berada di level 853,39 pada 20 Oktober 2004. Kemudian, posisi IHSG berada di level 5.028,95 pada 17 Oktober 2014. Selama 10 tahun era pemerintahan SBY, IHSG melesat 489,29%.

Sementara, posisi IHSG pada 20 Oktober 2014 di level 5.028,95. Kemudian, IHSG berada di level 7.350,62 pada 5 Januari 2024 lalu. Selama pemerintah Jokowi hingga saat ini, IHSG tumbuh 46,17%.

“Presiden Jokowi itu kinerja sampai kemarin tanggal 5 hari Jumat penutupan itu sekitar 46%. Kok jauh sekali bedanya ada apa, ada something wrong, Apa nih masalahnya?" katanya.