Pasar aset kripto yang sebelumnya memiliki volume jumlah transaksi tinggi menghadapi penurunan signifikan pada tahun 2023 lalu. Tercatat nilai transaksi kripto di Indonesia pada akhir tahun lalu hanya mencapai Rp 149,2 triliun. Jumlah itu menurun 51% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 306,4 triliun.

Menurut Asosiasi Blockchain Indonesia dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (A-B-I & Aspakrindo) ada beberapa penyebab penurunan tersebut.

Beberapa isu, seperti jatuhnya FTX pada tahun 2022 silam, tuntutan hukum dari U.S. Securities & Exchange Commission (SEC) terhadap Binance dan Coinbase, penghentian sementara withdraw Bitcoin dari Binance, serta pemindahan 15.000 ETH ke Gate.io oleh Ethereum Foundation dianggap sebagai pemicu menurunnya minat pelanggan secara global.

Hal - hal itu lantas berdampak langsung pada penurunan transaksi aset kripto di Indonesia.

Lalu ada faktor di dalam negeri yang dinilai turut memberatkan laju volume transaksi, yakni tingginya pengenaan atas pajak kripto. Alhasil para pelaku kripto mengharapkan adanya kebijakan yang dapat menyesuaikan hal tersebut.

“Dalam merancang kebijakan pajak untuk aset kripto, penting untuk mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh terhadap pertumbuhan industri aset kripto di Indonesia. Harapan adanya penyesuaian tarif pajak yang tidak memberatkan pengguna,” ucap Daniel Sukamto, Direktur Utama digitalexchange.id dalam keterangan resmi dikutip Rabu (17/1).

Hal ini bertujuan agar pengguna dapat bertransaksi dengan lebih leluasa tanpa merasa terbebani, tambah Oscar Darmawan, CEO Indodax. 

Upaya ini diharapkan dapat memberikan dampak positif pada peningkatan pendapatan pajak karena pengguna akan cenderung melakukan lebih banyak transaksi di platform industri aset kripto yang resmi terdaftar di Indonesia.

Apalagi penerapan pajak terhadap aset kripto memiliki dampak positif sebagai kontributor penting bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, penerapan pajak juga menciptakan transparansi, dan mendukung keberlanjutan industri di tingkat nasional.

“Dengan penerapan pajak yang lebih kompetitif dan kooperatif diharapkan dapat menghasilkan peningkatan transaksi,” ujar Ketua A-B-I & Aspakrindo Robby.

Kripto (Dokumentasi asosiasi)

Sejak Mei 2022, setiap transaksi kripto di Indonesia dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11% dari nilai transaksi pada exchanges yang terdaftar di Bappebti, ditambah Pajak Pengasilan (PPh) sebesar 0,1%.

Selain penyesuaian tarif pajak, Asosiasi berharap mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) guna menyampaikan paparan dan mencari solusi saling menguntungkan untuk memastikan pertumbuhan industri kripto di Indonesia dan penerimaan pajak yang optimal.

Yudhono Rawis, CEO Tokocrypto menyampaikan beberapa contoh solusi konkret akan hal ini, diantaranya:

  • Penyesuaian tarif pajak aset kripto agar biaya transaksi kripto untuk pelanggan exchange terdaftar menjadi lebih kompetitif.
  • Implementasi program tax amnesty untuk subyek pajak yang masih memiliki aset kripto diluar negeri sehingga pendapatan pajak kripto di Indonesia dapat meningkat.

Selain itu Asih Karnengsih, Direktur Eksekutif A-B-I & Aspakrindo, juga menyampaikan beberapa solusi lainnya. Sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang mengklasifikasikan aset kripto sebagai aset keuangan digital, dapat dibebaskan dari pemungutan PPN.

Hal itu juga sejalan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 (UU PPN). Di mana jasa keuangan merupakan salah satu sektor yang dibebaskan dari pemungutan PPN. 

Penegakkan tarif pajak bagi exchanges yang belum terdaftar di Indonesia, di mana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 dengan tarif PPN sebesar 0,22% dan PPh sebesar 0,2% sehingga pelanggan dalam negeri akan lebih memilih bertransaksi pada exchanges yang telah terdaftar.

Bappebti turut menyoroti pandangan dan solusi terkait penurunan volume transaksi aset kripto akibat pemberlakuan pajak aset kripto.

Kasan, Plt. Kepala Bappebti mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengimplementasikan equal treatment yang implementatif terkait pemungutan pajak bagi pelanggan yang bertransaksi pada exchange yang belum terdaftar.

Tak hanya itu Bappebti menyampaikan terdapat hal lain yang sedang diupayakan untuk mendorong kembali peningkatan transaksi kripto, seperti pembentukan kelembagaan Perdagangan Fisik Aset Kripto dan adanya penambahan layanan yang dapat ditawarkan oleh exchanges seperti staking. 

Serta pengembangan produk aset kripto berupa produk berjangka, evaluasi dan penyempurnaan regulasi terkait aset kripto, termasuk penyederhanaan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk seleksi aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia.